TEMPO.CO, Jakarta - Harga minyak WTI memanas seiring dengan proyeksi berkurangnya persediaan mingguan Amerika Serikat selama delapan pekan berturut-turut.
Pada perdagangan Kamis, 1 Juni 2017, pukul 12.30 WIB, harga minyak WTI kontrak Juli 2017 naik 0,47 poin atau 0,97 persen menuju US$48,79 per barel.
ANZ Bank dalam publikasi risetnya menuliskan harga minyak mentah memanas terbatas akibat proyeksi berkurangnya persediaan mingguan AS. Data resmi U.S. Energy Information Administration (EIA) akan dilansir pada Kamis, 1 Juni 2017, waktu setempat atau telat 1 hari dibandingkan biasanya karena ada libur perayaan Memorial Day pada Senin, 29 Mei 2017.
Mengutip data American Petroleum Institute (API), persediaan minyak AS dalam sepekan yang berakhir Jumat, 26 Mei 2017 turun 8,7 juta barel menjadi 513,20 juta barel. Hasil ini sekaligus menunjukkan persediaan sudah menurun dalam 8 pekan berturut-turut. Sementara konsensus analis memperkirakan adanya pengurangan stok sebesar 2,5 juta barel, lebih kecil dari proyeksi API.
Kendati demikian, ANZ berpendapat peningkatan harga minyak cenderung terbatas karena dua tolak ukur utama, yakni sentimen OPEC dan non-OPEC yang dipimpin Rusia menjadi kunci menyeimbangkan pasar. Kedua belah pihak berusaha menstabilkan volume suplai melawan peningkatan produksi minyak shale AS.
Sayangnya harga minyak mentah justru cenderung tertekan sejak rapat OPEC pada Kamis, 25 Mei 2017, yang mengumumkan kesepakatan perpanjangan pemangkasan produksi sekitar 1,8 juta barel per hari (bph) selama 9 bulan ke depan atau hingga kuartal I/2018. Sebelumnya, kesepakatan berlaku pada Januari 2017-Juni 2017.
"Penguatan harga minyak terbatas karena masih ada keraguan soal volume suplai walaupun OPEC terus membatasi produksi," paparnya seperti dikutip dari Reuters, Kamis , 1 Juni 2017.
Dari internal OPEC, ada kemungkinan munculnya pasokan yang lebih tinggi dari Nigeria dan Libya turut membebani pasar. Pasalnya kedua negara tidak ikut dalam perjanjian pemangkasan produksi.