TEMPO.CO, Jakarta - PT Pertamina (Persero) mencatatkan pertumbuhan produksi hulu migas sebesar 6 persen dan penjualan BBM sebesar 5 persen, selama kuartal I 2017.
"Kondisi harga minyak mentah saat ini masih volatile, namun Pertamina relatif dapat menjaga tingkat pertumbuhan kinerja operasi di berbagai lini bisnis perusahaan," ujar Direktur Utama Pertamina Massa Manik, dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Kamis, 25 Mei 2017.
Baca: Pertamina : Share Kilang Bontang Mayoritas Dimiliki Mitra
Massa mengatakan volatilitas harga minyak mentah sangat berpengaruh pada kinerja finansial perusahaan yang telihat dari timpangnya kenaikan harga minyak mentah dibandingkan dengan kenaikan pendapatan dan kinerja finansial lainnya.
Massa berujar produksi minyak pada periode tersebut mencapai 337 ribu barel per hari atau naik 10 persen dibandingkan kuartal I tahun lalu, sebanyak 312 ribu barel per hari. Selanjutnya, produksi gas mencapai 2.010 mmscfd atau naik 2 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 1.975 mmscfd.
Baca: Pertamina Jadi Offtaker Produksi Kilang Bontang
Pertamina juga mencatatkan kenaikan penjualan BBM sebanyak 5 persen menjadi 15,85 juta KL. Kenaikan ini menurut Massa, disertai dengan tren positif pada konsumsi BBM non subsidi berupa perpindahan preferensi konsumen dari Premium ke Pertalite dan Pertamax, yang telah mengambil porsi penjualan sekitar 55,7 persen terhadap total penjualan gasoline series Pertamina. Pertumbuhan pun terjadi pada penjualan non BBM (domestic gas dan petrochemical) yang naik 6 persen menjadi 3,68 juta KL.
Massa menuturkan total volume pengolahan menurun sekitar 8 persen dan berdampak pada penurunan pada total output produksi dan juga valuable product dengan besaran yang sama dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. "Pertamina sepanjang tahun ini memang telah merencanakan beberapa program pemeliharaan kilang untuk menjamin keandalan kilang," katanya.
Massa menambahkan kecenderungan kenaikan harga minyak dunia sepanjang kuartal I tahun ini juga ditandai dengan naiknya Indonesian Crude Price (ICP) menjadi US$ 51,03, atau naik sekitar 69 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Hal ini menyebabkan peningkatan pendapatan perseroan hanya 19 persen atau menjadi US$ 10,15 miliar dari kuartal I tahun lalu sebesar US$ 8,55 miliar.
Hal itu kemudian berdampak pada margin EBITDA (earning before interest, tax, depreciation and amortization) Pertamina sebesar US$ 1,89 miliar, atau lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 2,18 miliar.
Laba bersih Pertamina tercatat menurun 24 persen menjadi US$ 0,76 miliar dibandingkan sebelumnya US$ 1,01 miliar.
Adapun realisasi belanja modal Pertamina dilaporkan sebesar US$ 1,1 miliar atau lebih besar dibandingkan kuartal I tahun lalu sebesar US$ 0,36 miliar. "Peningkatan itu dipicu oleh realisasi pembiayaan investasi proyek 2016 yang dicairkan pada tiga bulan pertama 2017, yang didominasi oleh investasi hulu," ujar Massa.
Dia berujar Pertamina tetap berkomitmen tinggi dalam realisasi berbagai proyek kilang, baik Refinery Development Master Plan dan New Grass Root Refinery. "Ini ditargetkan tuntas secara keseluruhan pada tahun 2025 dengan total kapasitas menjadi 2 juta barel per hari."
GHOIDA RAHMAH