TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) kembali melakukan Operasi Opson untuk menindak pelanggar di bidang pangan. Total pangan ilegal yang ditemukan berjumlah 1.772 jenis atau 13,2 juta produk dengan nilai lebih dari Rp 18,8 miliar.
Operasi opson adalah operasi internasional yang dikoordinasikan oleh Interpol dengan target makanan dan minuman ilegal, palsu, dan substandar. Pada 2017, operasi lintas negara ini diikuti oleh 61 negara.
Kepala Badan POM Penny Kusumastuti Lukito mengatakan tahun ini adalah tahun kedua Indonesia ikut serta dalam operasi Opson. Di Indonesia, operasi Opson dilakukan dengan gabungan Badan POM dengan Polri, NCB Interpol, Kementerian Perdagangan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pertanian, serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
"Operasi Opson ini bertujuan melindungi kesehatan dan jiwa masyarakat. Karena ini menyangkut pangan yang dikonsumsi masyarakat kita," kata Penny di Aula Gedung C BPOM, Jakarta, Rabu, 24 Mei 2017.
Baca: BPOM Musnahkan Obat dan Pangan Ilegal Senilai Rp 26,4 Miliar
Pada tahun kedua ini, BPOM dengan melibatkan Balai Besar POM di seluruh Indonesia telah menindak 146 sarana yang diduga melakukan produksi dan peredaran pangan ilegal.
Temuan ini terdiri atas pangan lokal dan impor tanpa izin edar; pangan dengan tambahan bahan yang dilarang sebagai bahan tambahan pangan (mi dan tahu); produk pangan kedaluwarsa; serta produk kecap yang diproduksi di sarana dengan sanitasi dan higieni yang buruk.
Baca: BPOM Sita Ribuan Sabun Kecantikan Ilegal Siap Edar di Tangerang
Nilai temuan pangan ilegal tertinggi berasal dari Pekanbaru dengan nilai temuan lebih dari Rp 5,2 miliar, diikuti Surabaya, Serang, Padang, dan Medan. "Terhadap sebagian hasil temuan operasi Opson VI ini, BPOM akan melakukan tindak lanjut secara pro-justitia," ujar Penny.
Penny melanjutkan, untuk ke depan, BPOM bakal bekerja sama dengan negara-negara lain untuk menindak produsen yang mengirim produknya ke Indonesia. Sebab, pangan tanpa izin edar sangat merugikan keekonomian negara. "Selain harganya murah, tidak ada pajak yang dibayarkan. Itu merugikan kita," katanya.
MAYA AYU PUSPITASARI