TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah masih membahas penjaminan pembiayaan untuk proyek pembangunan kereta ringan atau light rail transit (LRT) Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi.
"Jaminan itu bisa berupa jaminan politik, maupun jaminan investasi, persisnya jaminan nanti kita bahas lagi," kata Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Robert Pakpahan di kantor Menteri Koordinator Kemaritiman, Jakarta Pusat, Selasa, 23 Mei 2017.
Baca: Proyek LRT di Bandung, Menhub: Tinggal Proses...
Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 49 tentang Percepatan Penyelenggaraan LRT Jabodebek, kata Robert, Kementerian Keuangan diperbolehkan untuk melakukan penjaminan untuk PT KAI dalam pembiayaan kereta ringan.
Menurut Robert, penjaminan itu untuk membantu PT KAI me-leverage perusahaan sehingga dapat meminjam dana, baik untuk membangun maupun operasi kereta ringan. Selain jaminan dari pemerintah, PT KAI akan ditunjang dana dari penyertaan modal negara (PMN) dan konsesi.
Mengenai PMN, ujar Robert, Menteri Badan Usaha Milik Negara akan menyusulkan ke Kementerian Keuangan. "Nah, nanti kita lihat bisa dimasukkan ke mana antara APBN-P 2017 atau APBN 2018."
Direktur Jenderal Perkeretaapian Prasetyo Boeditjahjono mengatakan pemerintah telah menugaskan Sarana Multi Infrastruktur (SMI) untuk menghitung skema pembiayaan LRT secara tepat.
Baca: Perpres LRT Terbit, Ini Perkembangan Proyek LRT...
Penugasan kepada SMI juga untuk melegalkan perhitungan itu. "Jadi Pak Menhub meminta Bu Menkeu untuk memberikan penugasan kepada PT SMI untuk legalkan hitungan ini semua," ujar Prasetyo.
Selama ini, menurut Prasetyo, perhitungan mengenai skema pembiayaan LRT belum bersifat formal. Dari hitungan SMI diharapkan tidak ada kenaikan nilai biaya dari proyek itu. "Malah maunya dikurangi, makanya ini dievaluasi," ujarnya.
Prastyo mengatakan perhitungan ditargetkan dapat rampung Juli atau Agustus 2017.
CAESAR AKBAR | SETIAWAN ADIWIJAYA