TEMPO.CO, Jambi - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan meminta PT Pertamina (Persero) terus menekan biaya operasional hulu minyak dan gas bumi. Sebab, ia menganggap operasi Pertamina selama ini belum efisien. "Saya sudah kirim surat kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara untuk mengevaluasi operasi Pertamina," ujarnya, Senin, 22 Mei 2017.
Menurut Jonan, efisiensi diperlukan karena sebagian besar ladang migas yang dikelola Pertamina sudah tua. Jika biaya operasional membengkak, pemerintah harus menggantinya lebih banyak, sehingga penerimaan migas negara berkurang. Bahkan dikhawatirkan terjadi kondisi besar pasak daripada tiang ketika harga minyak dunia melemah.
Baca: Tekan Impor, Pertamina Tingkatkan Operasi Kilang Minyak
Pada 2016, misalnya, biaya operasional yang diganti pemerintah mencapai US$ 11,6 miliar atau sekitar Rp 154,2 triliun. Nilai itu hampir dua kali lipat lebih banyak dibanding penerimaan sebesar Rp 84,7 triliun. Pertamina memiliki konsesi sekitar 25 persen dari semua blok migas di Tanah Air.
Jika Pertamina tidak sanggup, Jonan bakal mengalihkan pengelolaan blok yang masa kontraknya habis ke perusahaan lain. Sesuai dengan Peraturan Menteri Energi Nomor 15 Tahun 2015, Pertamina memiliki hak istimewa mengelola blok migas menjelang habisnya masa kontrak blok tersebut. Syaratnya, Pertamina harus mengajukan permohonan pengelolaan kepada Menteri Energi. "Hak istimewa tetap diberikan kepada Pertamina selama perusahaan itu lebih efisien."
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah memberikan 100 persen hak kelola delapan wilayah kerja migas yang akan habis masa kontraknya kepada Pertamina. Kedelapannya adalah Blok Tuban, Blok Sanga-Sanga, Blok South East Sumatera, Blok Ogan Komering, Blok North Sumatera Offshore (NSO), Blok Tengah, Blok East Kalimantan, dan Blok Attaka, yang masa kontraknya habis pada 2018. Pemerintah juga menyerahkan Blok Mahakam dan Blok Offshore Northwest Java sepenuhnya kepada Pertamina.
Simak: Minyak Anjlok, Pertamina Tekan Biaya Operasi hingga 30 Persen
Presiden Direktur PT Pertamina Hulu Energi Gunung Sardjono Hadi menyebutkan perusahaan telah menekan biaya operasional sejak 2015, misalnya dengan merenegosiasi kontrak pengadaan barang dan jasa serta menghemat anggaran sehari-hari. Gunung memastikan upaya efisiensi berlanjut, terutama setelah Pertamina diwajibkan memakai kontrak gross split. Dalam skema kontrak baru ini, kontraktor tidak akan menerima penggantian biaya operasional.
Kinerja sektor hulu Pertamina per kuartal ketiga 2016 mencatatkan efisiensi hingga US$ 834 juta. Perusahaan mengklaim perolehan itu adalah yang terbesar dibanding hasil penghematan sektor lain. Biaya pokok produksi berkurang dari 104,2 persen pada September 2015 menjadi 98,2 persen dari Mean of Platts Singapore (MoPS) di tahun selanjutnya.
ROBBY IRFANY