TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia menetapkan besaran tambahan modal bank berupa countercyclical capital buffer (CCB) sebesar nol persen atau tidak berubah dari yang berlaku saat ini. Hal itu diputuskan dalam rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 18 Mei 2017, berdasarkan hasil evaluasi data akhir triwulan pertama 2017.
Baca: Bank Indonesia Pertahankan Suku Bunga 4,75 Persen
Menurut Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Tirta Segara, penetapan ini berdasarkan indikasi tidak adanya pertumbuhan kredit berlebihan yang berpotensi menyebabkan risiko sistemik. “Hal ini ditunjukkan oleh indikator kesenjangan rasio kredit terhadap produk domestik bruto (Credit to GDP gap) sebagai indikator utama (buffer guide) dalam menetapkan besaran tambahan modal bank yang berada di bawah ambang batas (threshold) bawah,” tuturnya dalam siaran resmi Bank Indonesia, Jumat, 19 Mei 2017.
Baca: BI Ramalkan Pertumbuhan Ekonomi Triwulan Kedua 5,1 Persen
Pada akhir triwulan pertama 2017 pertumbuhan kredit telah menunjukkan peningkatan, yakni 9,24 persen (yoy), seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang mencapai 5,01 persen. Di tengah perkembangan kondisi tersebut, belum terlihat adanya peningkatan risiko sistemik.
Hal ini antara lain didukung oleh indikator siklus keuangan Indonesia (SKI) yang masih berada pada fase kontraksi. Tambahan modal bank adalah salah satu instrumen kebijakan makroprudensial yang bertujuan mencegah peningkatan risiko sistemik yang bersumber dari pertumbuhan kredit yang berlebihan.
Selain itu, tambahan modal bank berfungsi menyerap kerugian yang dihadapi perbankan melalui pembentukan tambahan modal sebagai penyangga (buffer). Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 17/22/PBI/2015, Bank Indonesia melakukan evaluasi besaran dan waktu pemberlakuan CCB paling kurang satu kali dalam enam bulan.
Penetapan besaran tambahan modal bank sebesar nol persen tidak akan mempengaruhi upaya bank meningkatkan fungsi intermediasinya, sehingga diharapkan dapat berkontribusi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.