TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Bawang Putih Indonesia Pieko Njoto Setiadi mengapresiasi upaya pemerintah menggenjot produksi bawang putih dalam negeri melalui Permentan No.16 Tahun 2017 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura.
APBPI yang beranggotakan 15 perusahaan importir bawang putih, juga siap menjalin kemitraan dengan pemerintah dan petani bawang putih. "Kami justru menanyakan lokasi lahan yang bisa direalisasi untuk ditanami," tuturnya saat dihubungi pada Rabu, 17 Mei 2017.
Pieko juga menilai kewajiban produksi dalam negeri 5 persen dari kuota Permentan baru dapat terlaksana secara bertahap. Sebab, selain kesiapan lahan, pelaku usaha masih mencari ketersediaan benih.
Sebagai rencana jangka pendek, APBPI akan menggandeng ahli dalam hal penanaman seperti para pakar dari Institut Pertanian Bogor, menyusul implementasi wajib tanam bawang putih bagi importir berlaku mulai 2018.
Adapun rencana jangka panjang yang perlu disiapkan yakni adanya teknologi maupun inovasi baru benih bawang putih yang sesuai dengan iklim di Indonesia. APBPI akan bekerjasama dengan perguruan tinggi. Benih dalam negeri yang ada saat ini masih dihasilkan melalui cara tradisional.
"Ada teknologi baru yang membuat benih baru sesuai dengan iklim di Indonesia, misalnya perkawinan silang yang bisa dikembangkan dan dikerjasamakan dengan PTN. Selama ini belum ada yang menghalalkan. Mereka (petani) masih tradisional dan konvensional," imbuhnya.
Pieko mengingatkan gejolak harga bawang putih di negeri Tirai Bambu demikian dahsyat, di mana harga terus menurun, dari US$ 2.700 per ton, lalu US$ 1.700, dan bisa di bawah US$ 1.000 per ton. Harga tersebut akan menguntungkan bagi pemerintah untuk mengendalikan harga bawang putih, tetapi sebaliknya petani justru akan kalah saing.
"Di sini harga terkendali, tetapi bagaimana nasib petani. Harus ada kemitraan yang betul-betul dan menjamin harga hasil petani bawang putih misalnya melalui penetapan harga acuan," katanya.
Pemerintah juga perlu melakukan seleksi ketat terhadap importir sebelum memberikan izin impor. Hal ini untuk mengantisipasi ada oknum yang nakal dan hanya mengambil kuota impor, tanpa serius melaksanakan kewajiban 5 persen produksi bawang putih dalam negeri.
"Jangan sampai ada importir yang hanya mengambil kuota impor, lalu di tengah jalan lahan tanam ditinggal dan kemudian membuat perusahaan baru. Ini menjadi saingan tidak sehat. Ini harus diteliti betul-betul," imbuhnya.