TEMPO.CO, Jakarta - Sektor telekomunikasi dan perbankan diproyeksi akan banyak memanfaatkan upaya merger dan akuisisi (M&A) untuk memenuhi kepentingan pertumbuhan hingga konsolidasi kinerja.
Jeami Gumarsjah, Senior Advisor Strategic Investment Department PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, mengatakan perusahaan yang mengejar pertumbuhan besar, seperti sektor telekomunikasi berbasis teknologi, terus berekspansi ke lini usaha turunan.
Baca Juga:
Untuk itu, perusahaan akan mencari produk-produk yang dapat menunjang produk utamanya untuk diakuisisi. Dia mencontohkan, tahun lalu, PT XL Axiata Tbk menyetujui keputusan untuk melakukan M&A dengan PT Axis Telekom Indonesia (Axis) sebagai bagian pengembangan penggunaan spektrum tambahan di 1.800 Mhz agar mampu digunakan untuk membangun jaringan data.
“Akuisisi baru berpotensi menciptakan value, sedangkan integrasi menciptakan nilai yang sebenarnya. Kita lihat, keberhasilan M&A dari sektor telekomunikasi dari XL dan Axis,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu, 10 Mei 2017.
Adapun arah konsolidasi akan banyak hadir dari sektor perbankan, yang memerlukan peningkatan kapital memasuki pasar bebas perbankan ASEAN 2020. Dengan begitu, sektor perbankan terus bersiap, hanya siapa yang mau membeli bank kecil, jika tidak memberikan banyak keuntungan.
“Kita punya 115 bank, secara kapital tentu tidak semua besar, sehingga ketika dikompilasi dengan negara lain jadi kecil. Konsolidasi penting, tapi memang mereka arahya akan sejenis,” katanya.
Penulis buku M&A Playbook ini juga menganggap peluang perusahaan swasta ataupun BUMN punya peluang yang sama untuk melakukan aksi korporasi. Menurut dia, dengan mengandalkan pertumbuhan bisnis melalui perkembangan ataupun perluasan unit usaha (organik) dapat dilakukan.
Hanya, tantangan kompetisi bisnis dan keterbukaan pasar membuka peluang melakukan penggabungan perusahaan atau membeli perusahaan (anorganik).
Founder Mahaka Group Erick Thohir mengatakan konsolidasi untuk mengembangkan pasar memang terlihat dari ekspansi perusahaan asing. Tantangan M&A nasional juga dihadapkan dengan kepercayaan pendanaan dari perbankan yang dianggap rumit.
Dia menceritakan, ketika melakukan M&A untuk sektor olahraga dan media, ragu untuk memberikan pendanaan, sehingga banyak pendanaannya diambilkan dari perbankan asing.
“Kalau merujuk pada perbankan di Singapura atau Amerika Serikat, aset yang digadai bukan hanya tanah dan bangunan, tapi juga cash flow dan perusahaannya. Rasanya industri kita juga harus studi banding, karena bisnis baru sekarang bukan hanya hardware, tapi juga software,” katanya.