TEMPO.CO, Jakarta - Pada kuartal pertama tahun ini Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan mencatatkan hasil investasi Rp 6 triliun dengan yield of investment (YOI) mencapai 9,31 persen. Direktur Pengembangan Investasi BPJS Ketenagakerjaan, Amran Nasution mengatakan hasil investasi ini cukup baik.
Hal itu dicapai berkat strategi pengelolaan portofolio investasi yang tepat. Sampai dengan kuartal I/2017, total dana kelolaan BPJS Ketenagakerjaan telah mencapai Rp 269 triliun. Sebagian besar dana kelolaan tersebut ditempatkan pada instrumen Surat Berharga Negara (SBN) yang mencapai sekitar 52 persen, obligasi BUMN 9 persen, obligasi korporasi swasta 1 persen, saham 16 persen, deposito 14 persen, reksa dana 7 persen, dan investasi langsung 1 persen.
Baca: Premi Dinaikan, BPJS Kesehatan Masih Berpotensi Defisit
Dari berbagai instrumen investasi tersebut, dia mengungkapkan total investasi yang terkait dengan pemerintah seperti investasi pada SBN, obligasi BUMN, atau obligasi BUMD mencapai 86 persen. "Dengan racikan portofolio tersebut, hasil investasi yang dicapai pada periode kuartal I 2017 mencapai Rp 6 triliun dengan YOI annualized mencapai 9,31 persen," kata Amran dalam keterangan resmi yang diterima Bisnis, Selasa, 9 Mei 2017.
Lebih lanjut, Aman mengungkapkan jumlah dana kelolaan yang mencapai Rp 269 triliun per kuartal I/2017 itu mengalami kenaikan sebesar 19% jika dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Berdasarkan penjelasannya, sebagian besar dari dana kelolaan tersebut merupakan dana milik peserta BPJS Ketenagakerjaan atau Dana Jaminan Sosial (DJS), dan hanya sebagian kecil yang merupakan aset BPJS.
Baca:
BPJS Kesehatan: Masih Banyak Peserta Tak Tertib Bayar Premi
“Dana yang kami kelola memang besar, tapi hampir 96 persen dana yang kami kelola merupakan DJS, bahkan 82% merupakan dana JHT yang seluruhnya akan dikembalikan kepada peserta. Dana riil BPJS sekitar Rp 9 triliun," jelasnya.
Menurutnya, dana DJS maupun dana BPJS harus dikelola dengan mengutamakan prinsip kehati-hatian dan mengacu pada regulasi pengelolaan aset jaminan sosial ketenagakerjaan yaitu PP No. 99 tahun 2013 dan PP No.55 tahun 2015.
Lebih lanjut, Amran menyatakan dalam upaya menjaga transparansi pengelolaan dana DJS maupun dana BPJS, pihaknya secara berkala menyampaikan laporan kinerja kepada Presiden.
Selain itu, kinerja perusahaan secara reguler juga diaudit oleh Kantor Auditor Publik (KAP) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hasil audit laporan keuangan BPJS Ketenagakerjaan oleh KAP dan BPK selalu mendapatkan predikat Wajar Tanpa Modifikasian (WTM) atau setara dengan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
“Tidak hanya itu, setiap bulannya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga meminta laporan keuangan kami untuk dievaluasi. Dengan sistem pengelolaan, pelaporan dan pengawasan yang berlaku, seluruh kegiatan investasi yang dilakukan jadi terang-benderang," ucapnya.
Amran mengatakan pihaknya berkomitmen untuk menjaga kepercayaan masyarakat pekerja dalam pengelolaan dana, dan bertekad untuk memberikan kinerja terbaik agar dapat memberikan manfaat yang optimal kepada peserta.
Dalam upaya peningkatan manfaat kepada peserta, BPJS Ketenagakerjaan juga telah mengoptimalkan pengelolaan dana JHT melalui kerjasama dengan perbankan, sehingga dapat disalurkan untuk Manfaat Layanan Tambahan (MLT) berbentuk fasilitas pembiayaan perumahan bagi peserta BPJS Ketenakerjaan.
Dengan pembiayaan dari BPJS Ketenagakerjaan dalam bentuk kredit pemilikan rumah (KPR), dan pinjaman uang muka dan kredit konstruksi, pekerja bisa mendapatkan rumah dengan uang muka lebih murah yaitu 1 persen utk rumah subsidi, dan bunga lebih rendah dari komersial. “Dengan kondisi ekonomi yang semakin kondusif kedepan, kami optimis target dana kelolaan tahun 2017 sebesar Rp 297 triliun dapat tercapai."