TEMPO.CO, Bandung - Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengklaim, produsen gula premium sudah bersedia memulihkan lagi pasokannya pada pasar moderen. “Pada waktu awal ada shock, tapi sekarang sudah tidak ada lagi. Sudah dilepas, tidak ada kekhawatiran. Dijual dengan harga Rp 12.500 (per kilogram) tadinya Rp 15 ribu, kaget mereka. Orangnya gak mau ngirim, sekarng kita sudah kasih tahu, mana barangnya, dan itu sudah dikirim semuanya,” katanya di Bandung, Kamis, 4 Mei 2017.
Enggartiasto membenarkan sudah menerima pengaduan Asosisi Pedagang Retail Indonesia (Aprindo) Jawa Barat ihwal tersendatnya pasokan setelah pemerintah menetapkan harga penjualan gula di pasar moderen dipatok Rp 12.500 per
kilogram. “Saya sudah ketemua. Sudah selesai,” ucapnya.
Baca: Harga Gula Global Tertekan Proyeksi Surplus
Menurut Enggar, stok gula nasional mencukupi ada sekitar 760 ribu ton. Pemerintah mengklaim memiliki 160 ribu ton gula yang siap digelontorkan menjelang Ramadan ini.
Pada rapat koordinasi indentifikasi barang kebutuhan pokok menjelang hari besar keagamaan di Gedung Sate, Bandung, Kamis, 4 Mei 2017, Enggar menjelaskan alasan pemerintah menetapkan harga eceran yang seragam di pasar moderen khusus gula. “Say amulai dari pasar retail moderen. Kenapa dari sana? Karena mereka adalah ‘price leader’,” kata dia.
Enggar menambahkan harga gula eceran di pasar tradisional sulit turun, padahal modal pembeliannya di bawah harga saat ini. “Mereka beli harga Rp 11 ribu, Bulog masuk dengan harga itu, kita perintahkan Bulog masuk. Kenapa tidak dijual Rp 12.500? Jawabannya sederhana, pak saya jual Rp 13.500 laku, di toko sebelah itu Rp 15.500 itu di Alfamart, Indomaret, itu laku. Jadi itu price leader.”
Menurut Enggar, biaya produksi gula yang paling efisien itu Rp 5.500 sampai Rp 7.500 per kilogram tergantung rendeman. Pabrik gula yang tidak efisien biaya produksinya Rp 9 ribu per kilogram. Sementara gula eceran dijual dengan harga Rp 13.500. Dengan kapasitas produksi 300 ribu sampai 500 ribu ton, keuntungan bisa menembus Rp 2,4 triliun. “Apakah saya keberatan? Tidak ada keberatan, tapi kelebihan karena uang berlebih itu tidak adil bagi rakyat,” kata dia.
Simak: Pemerintah Tetapkan HET Gula Rp 12.500 per Kilogram
Enggar menyebutkan sempat mengajak KPPU untuk bertemu dengan produsen gula premium. Dia mengaku mengantongi data penjualan gula premium, relatif harganya sama berkisar Rp 15 ribu sampai Rp 16 ribu. “Artinya terjadi kartel.
Siap-siap anda di denda Rp 25 miliar per perusahaan.”
Enggar menambahkan kebijakan harga Rp 12.500 itu akan di evaluasi lagi pada September 2017. “Syukur turun, naik rasanya agak berat. Sebab kami tahu betul labanya,” ucapnya.
Sekretaris Jenderal Aprindo Jawa Barat Hendri Hendarta mengatakan, asosiasinya mengirim surat pada Menteri Perdagangan mengadukan masalah tersendatnya pasokan gula premium semenjak penetapan harga penjualan serentak per
10 April 2017. “Kita bikin surat. Kita kirim datanya ke Kementerian Perdagangan, ke dinas juga, soal tersendatnya pasokan. Termasuk distributornya kami list,” ucapnya.
Hendri mengatakan, produsen gula premium mengurangi pengiriman. Kalau biasanya kirim 100 persen sekaran service-levelnya turun, hanya 70 persen. Alasan karena mereka dapat dengan harga tinggi.
AHMAD FIKRI