TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo mendesak agar PT Lapindo Brantas memenuhi kewajibannya membayar ganti rugi dampak semburan Lumpur Lapindo kepada 30 pengusaha yang menjadi korban. “Pemerintah minta hal itu diselesaikan secara bisnis, agar tidak ada preseden buruk di kemudian hari,” ujar Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadi Muljono secara tertulis pada Jumat, 28 April 2017.
Baca: BPLS Dibubarkan, Ganti Rugi Fasum-Fasos Lumpur Lapindo Terancam
Aset tanah dan bangunan 30 pengusaha tersebut masuk dalam peta area terdampak (PAT) yang ditetapkan tanggal 22 Maret 2007. Di antaranya terdiri dari berbagai jenis usaha seperti pengusaha kerajinan tas, kulit, furniture, makanan kecil, gudang, jasa properti, pengolahan plastik, dan industri rumah tangga.
Baca: 10 Tahun, Pembayaran Ganti Rugi Lebih dari 800 Berkas Belum Beres
Pemerintah menghitung nilai asetnya mencapai Rp 701,68 miliar. Jumlah itu terdiri dari aset tanah seluas 475.516 m2 senilai Rp 542,75 miliar dan aset bangunan seluas 66,222 m2 senilai Rp 158,92 miliar. Sedangkan terkait mesin dan peralatan, tidak akan diganti rugi karena telah diasuransikan pengusaha.
Terkait permasalahan dampak sosial, realisasi jual beli tanah dan bangunan di dalam peta area terdampak (PAT) 22 Maret 2017 yang menjadi tanggung jawab PT. Lapindo Brantas telah terbayar 12.993 berkas senilai Rp 3,82 triliun dari total kewajiban 13.237 berkas senilai Rp 3,87 triliun. Di dalamnya termasuk yang dibayar melalui dana talangan APBN sebesar Rp 781,7 miliar.
Sehingga saat ini tersisa 244 berkas senilai Rp 54,33 miliar. Sisa pembayaran tersebut akan dialokasikan dalam DIPA Kementerian PUPR, dimana Menteri Basuki mengatakan akan berupaya untuk dapat dialokasikan dalam APBN-Perubahan 2017.
Sementara itu progres realisasi jual beli tanah dan bangunan di luar PAT yang menggunakan dana APBN saat ini sudah berkisar 80 persen. Dari total 9.181 berkas untuk pembayaran tanah dan bangunan warga, fasum/fasos dan tanah waqaf dengan nilai Rp 3,87 triliun sudah terbayar senilai Rp 3,13 triliun. Sehingga tersisa Rp 746 miliar. Berkas tersebut terdiri dari 1.843 berkas di tiga desa sesuai Perpres Nomor 48 Tahun 2008 yakni Desa Besuki, Desa Penjarakan, dan Desa Kedungcangkring di Kecamatan Jabon, 833 berkas di 9 (sembilan) RT sesuai Perpres 40 Tahun 2009, dan 6.505 berkas di 65 RT sesuai Perpres 33 Tahun 2013.
Sejak tahun 2007 hingga 2017 pemerintah telah melakukan berbagai penanganan teknis dan infrastruktur akibat terjadinya luapan lumpur Sidoarjo. Di antaranya adalah pembuatan tanggul pengaman luapan lumpur sepanjang 20,86 km, Penanganan luapan lumpur dan infrastruktur sekitar semburan, dan pengamanan banjir Kali Porong berupa revetment 12,09 km.
Perbaikan itu termasuk pembenahan sistem drainase 17,45 km, perbaikan jalan lingkungan 6,34 km, jalan alternatif 7,15 km, penanganan endapan Muara Kali Porong, pembangunan relokasi Jalan Arteri Siring-Porong (fly over 1,3 km), overpass 1,29 km, jalan at grade 11 km), dan pembangunan relokasi pipa air baku PDAM sepanjang 18,9 km.
"Perhatian Pemerintah tidak berkurang untuk pengendalian lumpur Sidoarjo. Kementerian PUPR akan terus melanjutkan tugas dan fungsi yang prinsipnya tidak ada perbedaan dan memastikan penanganan kepada masyarakat yang terkena dampak dan masyarakat sekitar tetap menjadi prioritas," kata dia.
AVIT HIDAYAT