TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia Agus D.W. Martowardojo membantah melakukan intervensi yang menahan penguatan nilai tukar rupiah terlalu dalam. Saat ini nilai tukar rupiah dilaporkan stabil dan cenderung menguat terhadap dolar AS, yaitu sebesar 1,09 persen (year to date) yaitu bergerak dari level 13.473 menjadi 13.326.
Agus pun mengungkapkan, alasan ruang penguatan rupiah belum optimal meskipun dana asing terus mengalir deras. "Sebetulnya kalau ada dana masuk dalam portofolio juga ada dinamika di dalam negeri adanya kebutuhan dolar," kata Agus Marto di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis, 27 April 2017.
Agus mencontohkan, jika importir membeli dolar dan kemudian terdapat aliran dana masuk, maka penawaran (supply) dan permintaan (demand) akan membentuk harga. Dia menuturkan BI selanjutkan membiarkan terjadinya tingkat pertukaran yang fleksibel sehingga mencerminkan fundamental ekonomi Indonesia.
Baca: Manfaatkan Pelemahan Dolar AS, Rupiah Balik Menguat
"Tapi kalau volatilitas tinggi kami tidak perkenankan. Sekarang sedang tidak tinggi, volatilitas sekitar 2-3 persen," katanya. Jika dibandingkan pada periode dua tahun lalu, Agus mengatakan, volatilitas yang terjadi bisa mencapai 18 persen. "Kita biarkan ini sesuai dengan mekanisme pasar."
Agus pun menambahkan jika ada aliran dana masuk, maka ada juga aliran dana yang keluar, seperti time deposit valuta asing (valas) yang jatuh tempo atau hutang luar negeri yang harus dibayar.
Menurut Agus, nilai tukar rupiah saat ini sudah mencerminkan nilai fundamentalnya, yaitu berkisar antara 13.200-13.400. Dia menuturkan penguatan rupiah yang terjadi saat ini didorong oleh apresiasi positif pelaku pasar seiring dengan membaiknya prospek perekonomian global dan meningkatkan aliran dana modal asing yang masuk ke Indonesia.
"Kalau inflasi terjaga, defisit neraca transaksi berjalan (CAD) terjaga, pertumbuhan ekonomi baik, maka fundamental ekonomi kita juga akam lebih baik," ucapnya.
Baca: Sudah Diguyur Dana Asing Rupiah Belum Juga Menguat
Sementara itu, terkait dengan risiko global yang kemungkinan berdampak pada Indonesia, seperti kekhawatiran terjadinya pembalikan arus modal atau capital reversal, Agus memandang kondisi ekonomi saat ini semakin kuat dengan sistem keuangan yang semakin baik.
Agus menjelaskan hal itu utamanya tampak dari pengendalian inflasi yang terjaga berada di kisaran 3-4 persen. Lalu defisit neraca transaksi berjalan (CAD) di 2017 yang saat ini berada di level 1,9 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), dibandingkan 2013 lalu yang nilainya mencapai 3,32 persen dari PDB.
Agus berujar hal itu disebabkan oleh surplus neraca perdagangan dalam tiga bulan terakhir yang jumlahnya bahkan lebih besar dibandingkan kuartal satu tahun lalu, sehingga berdampak pada transaksi berjalan. "Tentu ada faktor perbaikan harga komoditi yang membantu kinerja dan menjaga defisit transaksi berjalan kita," ujarnya.
Sedangkan, cadangan devisa saat ini juga terus bertambah, yaitu mencapai US$ 121,8 miliar, dibandingkan awal tahun lalu sebesar US$ 105 miliar. "Ini membuat kondisi stabilitas sistem keuangan dan makroekonomi terjaga dengan baik." BI pun optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini bisa mencapai target yaitu berada di kisaran 5-5,4 persen.
GHOIDA RAHMAH