TEMPO.CO, Pangkalpinang - Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP Sawit) bakal mengusulkan perubahan skema program peremajaan kebun. Saat ini revisi masih digodok bersama Kementerian Pertanian dan Kementerian Keuangan.
"Kesepakatannya memang akan diubah. Kita akan menuju ke sana," ujar Direktur Utama BPDP Sawit Dono Boestami, Rabu, 26 April 2017.
Berdasarkan hasil evaluasi selama ini, program peremajaan kebun sawit hanya sekadar membagi-bagikan bibit kepada pemerintah. Menurut Dono, program tersebut tidak menjamin kelangsungan industri sawit lokal.
Baca: Kadin dan Delegasi AS Bahasa Polemik Kelapa Sawit dan Biodiesel
Nantinya, revisi bakal tertuang dalam pedoman teknis peremajaan sawit yang disusun Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian. Detail distribusi dana bakal diregulasi oleh Kementerian Keuangan.
Sebagai langkah awal, tahun ini pemerintah memperkuat prosedur peremajaan kebun swadaya. Dono berujar, ada 14 kriteria yang disiapkan supaya kebijakan revitalisasi kebun tepat sasaran. Beberapa di antaranya adalah kebun berusia minimal 25 tahun, prodksi di bawah 10 ton per hektare, kepemilikan sertifikat, dan penerapan standar sawit berkelanjutan (Indonesian Sustainable Palm Oil System/ISPO).
"14 kriteria itu sudah ada. Hanya diformalkan dan kami sepakat," kata Dono.
Simak: Rupiah Ditutup Stagnan di Rp 13.284
Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Asmar Arsjad berharap kebijakan pemerintah tidak mempersulit petani meremajakan kebun. Standar yang diterapkan, kata Asmar, berpotensi memberatkan petani. "Kami berharap pemerintah menyederhanakan persyaeatan untuk mendapatkan dana peremajaan karena memberatkan petani."
Tahun ini BPDP Sawit menargetkan peremajaan kebun seluas 22 ribu hektare. Dono memperkirakan kebutuhan anggaran mencapai Rp 560 miliar. Asumsinya, per hektare kebun sawit membutuhkan duit Rp 25 juta untuk peremajaan. Alokasi anggaran sekitar lima persen dari target penerimaan setoran ekspor produk sawit tahun ini, yaitu Rp 10,3 triliun. Diketahui, pungutan ekspor dibebankan pemerintah sebesar US$ 50 per ton untuk crude palm oil (CPO) dan US$ 30 per ton untuk olein kepada pengusaha.
Namun, anggaran peremajaan jauh lebih kecil ketimbang kucuran duit biodiesel dari BPDP Sawit tahun ini sebanyak Rp 10,6 triliun. Angka tersebut meningkat dari total dana biodiesel tahun lalu sebesar Rp 9,6 triliun. BPDP Sawit berdalih alokasi dana lebih banyak lantaran kebijakan pencampuran biodiesel dengan solar sebanyak 20 persen. Tahun ini, badan pengelola harus mendanai 2,5 juta kiloliter biodiesel. "Yang memutuskan ini adalah komite pengarah, bukan kami," kata Dono.
Simak: Jokowi Ajari Bagaimana Bertarung Menggaet Investor
Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kajiannya yang dirilis akhir tahun lalu mengatakan penyaluran dana BPDP salah sasaran. Menurut KPK, pengelola dana seharusnya membayar anggaran peremajaan lebih banyak dari biodiesel. Sebab saat ini produksi sekitar 3,8 juta hektare lahan sawit belum optimal. Saat ini, rata-rata produksi sawit kebun swadaya mencapai 4 ton per haktare. Jika diremajakan, produktivitas kebun bisa meningkat hingga 10 ton per hektare. "Parahnya, subsidi ini salah sasaran," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
Ketua Dewan Pengawas BPDP Sawit Rusman Heriawan meminta peremajaan kebun bisa dimulai tahun ini. "Kalau bisa semoga triwulan II 2017 peremajaan bisa dimulai."
VINDRY FLORENTIN