TEMPO.CO, Jakarta – Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian Pending Dadih Permana mengatakan dana yang tersedia untuk program cetak sawah dan perluasan lahan pertanian masih terbatas.
Pelaksanaan program cetak sawah dimulai pada proses pembukaan lahan, yaitu penebangan pohon dan pembersihan lahan, yang semuanya dilakukan dengan alat berat. Lalu dilanjutkan dengan penyisihan top soil, perataan lahan kembali ke posisi semula, serta pembuatan jaringan irigasi dan gorong-gorong di sekitar area lahan.
Baca: Kementan Rangkul NU Bangun Sektor Pertanian
“Kegiatan irigasi ini tidak ada anggaran yang tersedia, tapi ada komitmen dari kita untuk menyediakan gorong-gorong,” ujar Pending dalam rapat kerja dengan Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 26 April 2017.
Pending menuturkan, hal itu untuk membantu petani dan meningkatkan produktivitasnya di masing-masing daerah. Dia mengatakan rencana anggaran biaya (RAB) konstruksi cetak sawah pada 2016 bagi 138 kabupaten sebesar Rp 16 juta per hektare, serta khusus untuk daerah Maluku dan Papua sebesar Rp 19 juta per hektare.
Baca: BI: Kontribusi Sektor Pertanian ke PDB Hanya 13 Persen
”Kajian dari Universitas Padjadjaran merekomendasikan Rp 16 juta, dari Universitas Hasanuddin Rp 26 juta, UGM Rp 34 juta, dan IPB Rp 28 juta, pembedanya di beberapa komponen saja,” katanya. Adapun komponen kegiatan yang dimaksudkan itu termasuk galian tanah untuk embung.
Pending menuturkan, saat ini proses evaluasi program cetak sawah telah berlangsung, yang melibatkan pihak ketiga independen, yaitu Universitas Padjadjaran, yang dilakukan di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Lampung, Lampung Tengah, Sumatera Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, dan Nusa Tenggara Timur.
”Hasil evaluasi terkait dengan survei investigasi desain dan perencanaan cetak sawah,” ucapnya.
Menurut Pending, sebagian survei investigasi desain yang dilakukan tidak memenuhi syarat teknis untuk dilakukan cetak sawah, karena sebagian unit cost atau anggaran terlalu kecil. Dia pun mengakui koordinasi antar-instansi terkait dalam program ini masih lemah, sehingga kurang diberi dukungan. “Rekomendasi yang diberikan adalah perencanaan survei investigasi desain yang perlu ditingkatkan.”
Pending berujar, pelaksanaan konstruksi perlu diawali dengan review survei investigasi desain, karena akan digunakan sebagai pedoman. Seleksi survei juga dilakukan lebih ketat, dan dalam penetapan RAB perlu dilakukan desain RAB. Dia menilai penyempurnaan fisik cetak sawah juga perlu melibatkan partisipasi petani. “Total realisasi cetak sawah pada 2016 hanya 98 persen karena ada kesulitan dalam hal kondisi lokasi.”
GHOIDA RAHMAH