TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perdagangan telah menyetujui perpanjangan ekspor tambang olahan tembaga T.00 Freeport Indonesia pekan lalu. Izin berlaku hingga 16 Februari 2018.
"Surat persetujuan ekspor sudah terbit. Tinggal diambil perusahaan," ujar Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Oke Nurwan kepada Tempo, Jumat malam, 21 April 2017.
Oke mengatakan surat permohonan diajukan Freeport pada 21 April 2017. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral memberi kuota penjualan konsentrat 1,13 juta ton selama setahun. Rekomendasi ekspor diberikan setelah Kementerian Energi menerbitkan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) pada 10 Februari lalu.
Kementerian Perdagangan memberi kuota ekspor lebih rendah dari realisasi penjualan konsentrat Freeport pada tahun lalu. Pada 2016, berdasarkan hasil konsolidasi laporan surveyor yang diterima Kementerian Perdagangan, ekspor konsentrat Freeport mencapai 1,17 juta ton. Mineral olahan itu dijual perusahaan ke Jepang, Korea Selatan, Cina, India, dan Filipina.
Juru bicara Freeport, Riza Pratama, mengatakan perusahaan bakal meningkatkan produksi secara perlahan. Produksi konsentrat sempat nol pada awal tahun lalu lantaran ekspor berhenti dan fasilitas pemurnian tembaga di Gresik tidak beroperasi. Pada Maret lalu, smelter hasil kerja sama Freeport dengan Mitsubishi tersebut kembali beroperasi. "Produksi kami akan bertahap sesuai dengan kapasitas yang bisa diserap," ujarnya.
Sebelumnya, Freeport ogah menjual hasil tambang olahannya ke luar negeri. Pasalnya, Kementerian Keuangan melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 13/PMK.010/2017 mewajibkan perusahaan membayar bea keluar yang besarannya sesuai dengan kemajuan pembangunan fasilitas pemurnian mineral (smelter).
Jika mengacu pada regulasi itu, Freeport wajib membayar bea keluar 7,5 persen. Besaran bea itu berlaku bagi perusahaan yang membangun smelter tidak melebihi 30 persen dari rencana. Realisasi smelter Freeport mandek di angka 14 persen sejak awal tahun lalu.
Belakangan, Freeport menyanggupi persyaratan pemerintah. Namun bea keluar yang wajib disetor tidak sesuai dengan peraturan atau hanya 5 persen. Jumlah itu juga lebih rendah dari bea keluar yang ditetapkan pemerintah pada periode ekspor sebelumnya. Riza mengklaim besaran itu sudah disetujui pemerintah. "Sudah disetujui bea keluarnya," ucapnya.
ROBBY IRFANY