TEMPO.CO, Jakarta - Perdebatan ihwal kepemilikan asing atas perusahaan asuransi di Indonesia belum mencapai kata sepakat. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat mengajukan batas kepemilikan berbeda.
Wakil Ketua Komisi Keuangan dan Perbankan DPR, M. Prakosa, mengatakan kebanyakan anggota fraksi menginginkan modal asing di perusahaan asuransi menjadi minoritas sebesar 49 persen. Sedangkan rancangan peraturan pemerintah yang disusun Kementerian Keuangan menghendaki kepemilikan asing maksimal 80 persen. "Karena belum sepakat, rapat kami adakan lagi pekan depan," kata Prakosa, Senin, 17 April 2017.
Komisi meminta pemerintah mampu meyakinkan bahwa kepemilikan mayoritas asing tak merugikan negara. Sebab, tanpa data dan gambaran keuntungan dari eksistensi asing, pemerintah diharuskan mengubah batasan modal asing di perusahaan asuransi menjadi minoritas.
Baca: Kepemilikan Saham Asing di Perusahaan Asuransi Akan Dibatasi
Anggota Komisi Keuangan dari PDI Perjuangan, Andreas Eddy Susetyo, mengatakan pemerintah juga perlu membatasi segmen asuransi tertentu bagi asing. Menurut dia, segmen asuransi jiwa perlu diperuntukkan bagi pelaku lokal lantaran besarnya potensi yang ada. "Kami tahu berapa puluh juta masyarakat Indonesia yang dalam usia produktif saat ini," ujar dia.
Adapun anggota Komisi Keuangan dari Fraksi Golkar, Mukhamad Mishbakun, mengatakan pembatasan kepemilikan asing juga bermanfaat untuk mendapatkan dana kelolaan asuransi yang besar. Duit tersebut, kata dia, bisa digunakan untuk menambah anggaran pembangunan infrastruktur pemerintah. "Presiden sendiri kan yang minta kita harus berdaulat di negara sendiri."
Simak: Pemerintah Masih Tunggu PP untuk Cairkan Gaji ke-13 dan THR
Namun Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa mendorong investasi asing di bisnis asuransi amat penting. Menurut dia, kepemilikan asing atas perusahaan asuransi bisa dikesampingkan dari gambaran kelolaan asing di bisnis asuransi dan tak bisa disamakan dengan industri sumber daya alam. "Asuransi itu kan bisnis yang berorientasi pada kerugian, mereka yang tanggung kalau ada apa-apa," ujarnya.
Menurut Sri Mulyani, saat ini sulit berharap investor dalam negeri menaruh duit sebagai modal asuransi. Selama 25 tahun terakhir, kata dia, meski jumlah perusahaan bertambah, secara kuantitas, duit yang digelontorkan semakin tergerus saat terjadi booming produk komoditas pada awal 2000.
Dia mengatakan risiko justru makin besar jika asing dihalang-halangi untuk bermain di bisnis asuransi saat ini. Selain itu, Undang-Undang Industri Asuransi tidak mengamanatkan batasan kepemilikan asing. "Pemodal kita itu sifatnya mengharap imbal dalam waktu pendek, mereka tidak mau yang jangka panjang seperti ini," kata Sri Mulyani.
Simak: Menkeu Usulkan Batas Kepemilikan Asing di Asuransi 80 Persen
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kebijakan dan Regulasi Jasa Keuangan dan Pasar Modal, Isa Rachmatarwata, mengatakan batasan sebesar 80 persen sudah disetujui pihak asing. Dari 19 asuransi asing, ada yang dengan berat hati mendilusi modalnya yang sudah mendekati 100 persen. "Kalau bisa, bertahap. Toh, dalam PP kami buka opsi menjual sahamnya ke publik untuk mencari investor dalam negeri," kata Isa.
Presiden Direktur PT Taspen Life, Maryoso Sumaryono, tak ambil pusing ihwal porsi kepemilikan asing. Menurut dia, ada baiknya asing diperbolehkan masuk agar persaingan dan iklim pasar semakin bagus. "Toh, secara GDP, asuransi cuma 2 persen. Masih sangat lebar potensi pasarnya," tuturnya.
ANDI IBNU