TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) akan mengoptimalkan tata kelola perizinan kapal perikanan guna mendorong nelayan melakukan aktivitas penangkapan ikan dan memperkuat basis data kapal nasional. Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Sjarief Widjaja mengatakan KKP akan mempersingkat proses perizinan kapal perikanan, yang awalnya memakan waktu 20 hari, menjadi lima hari kerja.
“Proses perizinan dipersingkat menjadi tiga izin saja, yaitu SIUP (surat izin usaha perikanan), buku kapal, dan SIKPI (surat izin kapal pengangkut ikan) atau SIPI (surat izin penangkapan ikan). Kita pangkas semuanya, tapi kita minta adanya kepatuhan para pelaku usaha,” katanya dalam siaran resmi KKP, Kamis, 13 April 2017.
Baca: Menteri Perhubungan Kirim Usulan Insentif Kapal Raksasa Pekan Depan
Menurut Sjarief, selama ini, para pelaku usaha perikanan mengeluhkan pengurusan perizinan. Izin kapal di atas 30 GT yang dilaksanakan di pusat selama ini membuat pelaku usaha daerah harus menempuh jarak jauh sehingga mereka terpaksa menggunakan jasa pengurus yang membuat mekanisme perizinan menjadi panjang, menambah biaya, dan rentan kekurangan kelengkapan dokumen.
“Kemarin, ada sedikit kegalauan dari nelayan tidak bisa melaut karena tidak diberikan SLO (surat laik operasi). Setelah berdiskusi dengan PSDKP, mereka (PSDKP) mengizinkan. Jadi sekarang mereka semua (nelayan) bisa melaut kembali karena SLO sudah diterbitkan kembali,” ujarnya.
Baca: Menteri Susi Minta Ratusan ABK Asal Indonesia Diberi Asuransi
Di sisi lain, transisi perbaikan-perbaikan dokumen kapal akibat markdown dan pelanggaran terus dilakukan. Namun KKP tetap mengizinkan nelayan kecil beroperasi sambil melakukan perbaikan dokumen perizinan.
Berdasarkan data statistik perikanan tangkap pada 2014, jumlah kapal perikanan di Indonesia 625.633 unit. Dari jumlah tersebut, 620.671 di antaranya merupakan kewenangan daerah (dinas kelautan dan perikanan provinsi dan kabupaten/kota) untuk kapal berukuran 5-30 GT, sedangkan 4.964 unit merupakan kewenangan pendaftaran di pusat (kapal berukuran lebih dari 30 GT).
Pada akhir 2014, sebanyak 1.132 unit kapal dengan ukuran lebih dari 30 GT buatan luar negeri dimoratorium. Akibatnya, jumlah kapal izin pusat yang mengalami penurunan dari 4.964 unit pada 2014 menjadi 3.160 unit pada 2015. Namun angka tersebut meningkat kembali setelah adanya pengukuran ulang pada 2016-2017, yaitu 4.041 unit dengan 595 hasil ukur ulang dan 186 izin baru. Dengan mempermudah perizinan, diperkirakan juga dapat menambah jumlah kapal di dalam negeri yang berdampak terhadap meningkatnya jumlah produksi perikanan tangkap.
Data sementara per Desember 2016 menyebutkan total produksi perikanan tangkap mencapai 6,83 juta ton dengan nilai produksi Rp 125,38 triliun, dari sebelumnya 6,52 juta ton dengan nilai produksi Rp116,31 triliun pada 2015. Nilai tukar nelayan juga meningkat dari 106 poin per Maret 2016 menjadi 110 poin per Maret 2017.
“Peningkatan ini adalah dampak dari kebijakan KKP tentang moratorium kapal asing. Hasil tangkapan ikan nelayan menjadi lebih banyak, pendapatan naik signifikan, dan pada akhirnya nelayan nasional lebih sejahtera,” tuturnya.
Saat ini, KKP terus melakukan upaya agar proses perizinan berjalan cepat, mudah, transparan, dan terkendali, di antaranya melalui implementasi pelayanan terpadu satu pintu (PTSP), pelayanan informasi perizinan usaha perikanan tangkap melalui laman www.perizinan.kkp.go.id dan e-Service.
DESTRIANITA