TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Informatika memandang perdebatan pengaturan antara taksi konvensional dan taksi berbasis aplikasi atau online merupakan bentuk dari masa transisi ekonomi digital. "Misalnya ini mendobrak barrier kalau mau jadi pengusaha taksi dulu harus punya modal besar, sekarang nggak lagi, semua bisa dan boleh terlibat," ujar Direktur Jenderal Aplikasi Kementerian Komunikasi dan Informatika Samuel Abrijani Pangerapan, dalam acara Ngobrol Tempo tentang Pengaturan Taksi Online, di Oria Hotel, Jakarta Pusat, Rabu, 12 April 2017.
Samuel menuturkan sistem ekonomi digital memiliki karakteristik yaitu inklusif, efisien, efektif, dan inovatif. Menurut dia, dalam gesekan yang terjadi antara taksi konvensional dan online perlu diperhatikan perubahan stakeholder yang terjadi. "Kita harus memetakan dan melihat siapa yang tidak terakomodasi, ini permasalahan sebenarnya yang harus dicari solusinya."
Baca: Tempo.Co Gelar Diskusi Pengaturan Taksi Online
Samuel mengatakan pemerintah dalam mencari solusi harus menelaah stakeholder yang terlibat hingga proses bisnis yang dijalankan. "Ekonomi digital sifatnya open dan teknologi bisa dipelajari, tidam ada teknologi yang disembunyikan dan peningkatan cepat sekali," katanya.
Dia berujar arah perkembangan ekonomi digital Indonesia saat ini masih sesuai jalur, hanya dibutuhkan penanganan yang sesuai dengan pemahaman persoalannya. "Nggak ada yang baru dari Gojek misalnya, ini hanya membuat pelaku ojek jadi tercatat dan berubah dari informal jadi formal."
Baca: Aturan Baru Sebabkan Taksi Online Lebih Mahal, Ini Alasannya
Samuel menambahkan cara mengatur sistem ekonomi digital harus menggunakan pola digital juga. "Sekarang ini kan masih transisi, belum keseluruhan dari pemesanan sampai pembayaran secara digital."
Kementerian Perhubungan sebelumnya telah merevisi Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 32 tahun 2016 tentang Penyelenggara Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek, untuk menyesuaikan pengaturan pada taksi online.
Revisi itu ditujukan kepada penyelenggara transportasi berbasis aplikasi (online) untuk kendaraan roda empat, atau taksi online dan mulai diterapkan sejak 1 April 2017 lalu.
Sedangkan, bagi transportasi online, khususnya roda dua sementara ini regulasinya diserahkan kepada pemerintah daerah sembari menunggu payung hukum yang tengah digodok pemerintah pusat.
GHOIDA RAHMAH