TEMPO.CO, Chicago - Maskapai asal Amerika Serikat, United Airlines, mengusir paksa beberapa penumpangnya pada penerbangan 3411 pada Ahad, 9 April 2017 lalu karena kelebihan pesanan (overbooking). Insiden pengusiran penumpang itu menjadi viral di media sosial di penjuru dunia. Kelebihan pesanan pada penerbangan sebuah maskapai adalah legal dan lazim terjadi di banyak negara.
Setiap orang pernah memiliki pengalaman horor dalam melakukan perjalanan penerbangannya. Seperti dilansir wired.com, pengalaman tidak mengenakkan itu biasanya termasuk kombinasi penundaan penerbangan, kehilangan bagasi, hingga awak kabin yang kurang ramah. Namun pengalaman-pengalaman itu ternyata belum seberapa jika dibandingkan pengalaman yang dialami oleh seorang penumpang United Airlines yang diseret paksa keluar dan berdarah di Bandara Internasional O’Hare, Chicago, pada Ahad malam lalu.
Baca : Menhub Soal Pramugari Berbikini : Masuk Sini Harus Sopan
United Airlines yang mengalami kelebihan pesanan untuk penerbangan Chicago – Louisville, sedianya menawarkan insentif senilai U$ 800 (Rp 10,6 juta) kepada penumpang yang secara suka rela bersedia menunggu penerbangan berikutnya. Namun karena tidak cukup jumlah penumpang yang bersedia suka rela menunggu penerbangan berikutnya, sehingga maskapai United Airlines terpaksa memilih 4 penumpang secara acak untuk diikutkan dalam jadwal penerbangan berikutnya. Namun ternyata penumpang yang dipilih tidak bersedia bangun dari tempat duduknya.
Akhirnya polisi bandara masuk ke dalam pesawat dan menarik penumpang tersebut dari tempat duduknya. Dalam video yang beredar dan viral di media sosial, penumpang berwajah Asia itu diseret hingga jatuh di antara tempat duduk penumpang pesawat dan mulutnya berdarah, diiringi teriakan penumpang lainnya. “Tim kami harus bekerja cepat dengan otoritas, dan kami akan mereview apa yang sebenarnya terjadi saat itu,” ujar CEO United Airlines, Oscar Munoz, dalam pernyataannya menanggapi insiden tersebut.
Fenomena kelebihan penumpang (overbooked) yang dialami pesawat di Amerika sudah mulai terjadi sejak 1950-an. Hal ini dilegalkan, karena demi mencapai nilai keekonomian. Sebab tidak semua calon penumpang pasti datang di setiap penerbangan. Perubahan rencana penerbangan hingga datang terlambat saat transit penerbangan. Dan setiap kursi kosong artinya ada uang yang hilang.
Baca : Usir Penumpang, CEO United Airlines Sampaikan Maaf
“Ini semua tentang upaya untuk memaksimalkan pendapatan, serta memastikan bahwa tidak ada kursi yang kosong,” ujar Brett Snyder yang memiliki bisnis travel Cranky Concierge.
Menurut dia, overbooking adalah baik bagi semua pihak secara bisnis. “Jika ada kursi yang kosong, maka maskapai akan mengeluarkan biaya lebih besar untuk operasional,” ungkapnya.
Seperti dilansir kantor berita ABC, United Airlines ternyata tidak sendirian yang mengalami overbooking. Di Australia, peristiwa serupa juga lazim terjadi. Umumnya maskapai menjual tiket lebih banyak dari jumlah kursi di pesawat. Ini dinilai lazim agar maskapai tetap bisa menjual tiket di harga rendah. Jika semua penumpang datang, maka maskapai akan meminta beberapa penumpang secara sukarela untuk menunda penerbangannya di pesawat berikutnya tentunya dengan mendapatkan kompensasi.
“Overbooking itu legal di Australia dan sayangnya ini umum terjadi,” ujar Thomas Janson, Manajer Departemen Transportasi pada Shine Lawyers.
Baca : Penjelasan Resmi United Airlines Kenapa Penumpang Diusir
Hasil riset oleh CHOICE menemukan bahwa 21 persen penumpang pesawat di Australia memiliki pengalaman penundaan penerbangan atau pembatalan pada 2015, dan 4 persen di antaranya harus rela menunda penerbanyannya karena overbooking. “Di bawah regulasi konsumen penerbangan Australia, maskapai diwajibkan menyediakan layanan tambahan apabila ini terjadi,” ujar Juru Bicara CHOICE, Tom Godfrey.
ABC | WIRED | ABDUL MALIK