TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki) Fadhil Hasan menduga resolusi parlemen Eropa soal sawit keluar karena motif persaingan bisnis. Utamanya antara minyak nabati yang diproduksi Eropa dan minyak kelapa sawit Indonesia. "Menurut saya, ini motifnya bisnis antara sawit dan minyak nabati Eropa," kata Fadhil Hasan saat dihubungi pada Senin, 10 April 2017.
Fadhil berujar, Eropa jelas masih membutuhkan sawit dari Indonesia. Namun kebijakan resolusi tersebut akan memberi sentimen negatif, meski diakuinya untuk sementara belum ada pengaruhnya pada ekspor produk sawit Indonesia ke Eropa.
Baca: Pemerintah Pakai Diplomasi Hadapi Resolusi Sawit Uni Eropa
Menurut Fadhil, dalam satu tahun, Indonesia mengekspor 25 juta ton crude palm oil ke Eropa dengan total produksi dalam setahun mencapai 34 juta ton. "Resolusi ini pasti menjadi pertimbangan di setiap kebijakan eksekutif Eropa."
Fadhil menuturkan produk sawit ke Eropa lebih banyak digunakan industri makanan dibanding biodiesel. Itu karena produk biodiesel dikenai tarif dumping ke Eropa, sehingga membuat ekspor biodiesel ke Eropa asal Indonesia tak begitu besar.
Baca: Istana Enggan Tanggapi Potensi kerugian Proyek Listrik 10 Ribu MW
Lebih lanjut, Fadhil mengatakan kebijakan resolusi sawit parlemen Eropa terkait dengan pemanfaatan produk biodiesel di sana. Sedangkan produk sawit Indonesia diekspor untuk industri makanan. "Kalau untuk pangan, belum tahu (pengaruhnya), Eropa butuh sawit."
DIKO OKTARA