TEMPO.CO, Jakarta - Asian Development Bank memprediksi ekonomi Cina akan terus melambat. Kepala Ekonom ADB, Yasuyuki Sawada, mengatakan perlambatan itu terjadi seiring dengan upaya pemerintah Cina untuk mengubah model perekonomiannya dari berorientasi ekspor ke orientasi konsumsi.
Menurut Yasuyuki, pertumbuhan ekonomi Cina akan turun menjadi 6,5 persen tahun ini dan 6,2 persen pada 2018. Angka ini turun dibandingkan tahun lalu yang sebesar 6,7 persen. "Upaya mempertahankan stabilitas fiskal tetal akan menjadi hambatan bagi pertumbuhan," kata Yasuyuki dalam risetnya, Kamis, 6 April 2017.
Baca: ADB: Biaya Infrastruktur di Asia Bisa Melebihi US$ 22,6 T
Untuk Asia Tenggara, menurut Yasuyuki, ekonomi akan tumbuh dengan lebih cepat, mencapai 4,8 persen pada 2017 dan 5 persen pada 2018. Angka itu naik dari tahun lalu yang sebesar 4,7 persen. "Produsen komoditas seperti Malaysia, Vietnam, dan Indonesia, akan diuntungkan oleh pemulihan harga pangan dan energi," kata Yasuyuki.
Asia Selatan, kata Yasuyuki, akan tumbuh sebesar 7 persen pada 2017 dan 7,2 persen pada 2018. Pertumbuhan ekonomi India akan mencapai 7,4 persen pada 2017 dan 7,6 persen pada 2018 setelah pada 2016 tumbuh sebesar 7,1 persen. "Konsumsi yang menguat akan meningkatkan keyakinan dunia usaha dan prospek investasi di India."
Baca: Dorong Pertumbuhan Berkelanjutan, ADB Sarankan Sejumlah Hal
Sementara untuk Asia Tengah, menurut Yasuyuki, akan tumbuh mencapai 3,1 persen pada 2017 dan 3,5 persen pada 2018. Pertumbuhan ekonomi di sana meningkat dengan meningkatnya harga komoditas dan ekspor walaupun negara-negara di sana memiliki heterogenitas yang besar antara satu dengan yang lainnya.
Yasuyuki menambahkan, inflasi di Asia Pasifik diprediksi naik menjadi 3 persen pada 2017 dan 3,2 persen pada 2018. Tahun lalu , inflasi di Asia Pasifik mencapai 2,5 persen. Inflasi, menurut dia, diakibatkan oleh menguatnya permintaan konsumen dan meningkatnya harga komoditas di tingkat global.
ANGELINA ANJAR SAWITRI