TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Departemen Pendalaman Pasar Keuangan Bank Indonesia Nanang Hendarsyah menyambut baik peluncuran electronic trading platform (ETP). Menurut dia, ETP dapat memperdalam pasar keuangan, terutama pasar obligasi. Hal itu berdampak positif bagi kebijakan makro, moneter, maupun mikro.
"Dari sisi makro, pasar keuangan yang dalam akan membuat sumber pendanaan bagi fiskal lebih efisien. Dari sisi moneter, dengan adanya BI 7-Days Reverse Repo Rate, pasar obligasi yang dalam akan meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter," kata Nanang di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis, 6 April 2017.
Baca: Trading Online Diluncurkan, 3 Obligasi Dipasarkan
Dari sisi mikro, Nanang menuturkan, ETP akan meningkatkan likuiditas pasar, mengurangi asimetri informasi karena terdapat transparansi dalam pembentukan harga, serta meningkatkan transaksi oleh investor korporasi. "Di pihak lain, ETP akan dapat meningkatkan pengawasan transaksi pasar sekunder surat utang."
Baca: BI: Indonesia Bukan Negara yang Rugikan Perdagangan AS
Menurut Nanang, belum banyak negara yang mengimplementasikan ETP. Namun, di Korea Selatan, ETP terbukti berhasil meningkatkan likuiditas pasar. "BI mendukung pembukaan alternatif platform perdagangan dalam rangka meningkatkan diversifikasi investor serta transparansi perdagangan di pasar sekunder," katanya.
Nanang berharap, pengembangan ETP memperhatikan kebutuhan pasar surat utang. Dengan begitu, implementasi ETP tidak kontraproduktif dengan upaya peningkatan efisiensi transaksi obligasi. "BI berharap dapat tercipta sinergi antar otoritas untuk mendorong integrasi infrastruktur pasar keuangan," ujarnya.
Pemerintah resmi meluncurkan electronic trading partner (ETP), Kamis, 6 April 2017, di Bursa Efek Indonesia, Jakarta. Pada tahap awal, hanya Obligasi Negara Ritel atau ORI yang dapat diperdagangkan melalui ETP, yakni ORI011, ORI012, dan ORI013. Volume ketiga surat utang tersebut mencapai Rp 68,3 triliun.
ANGELINA ANJAR SAWITRI