TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan I Ketut Diarmita menyampaikan nilai ekspor obat hewan pada 2016 sebesar Rp 18,514 triliun dengan volume ekspor 459.902 ton.
Nilai ekspor ini naik dari tahun sebelumnya sebesar Rp 7,843 triliun dengan volume ekspor 211.631 ton. "Artinya, terjadi peningkatan nilai ekspor obat hewan sebesar Rp 10,671 triliun atau terjadi peningkatan 136 persen," kata Ketut melalui keterangan resmi pada Rabu, 5 April 2017.
Simak: IHSG Diprediksi Lanjutkan Cetak Rekor Penguatan
Adapun impor sediaan farmasetik dan premik mengalami penurunan 17,5 persen. Volume impor obat hewan pada 2016 sebesar 297.468 ton, turun dari tahun sebelumnya sebesar 395.656 ton. "Nilai ekspor bahan pangan dan obat hewan saat ini didominasi obat hewan. Obat hewan menjadi primadona ekspor yang mendatangkan devisa negara cukup besar," kata Ketut.
Menurut dia, pemerintah selaku regulator tidak hanya melakukan peningkatan jumlah dari segi kuantitas, tapi juga kualitas mutu produk dengan melakukan pengawasan obat hewan dari hulu, yakni produsen obat hewan, distributor obat hewan, sampai ke hilir, yakni para peternak selaku pengguna produk obat hewan.
Karena itu, pemerintah terus mendorong peningkatan standar penerapan Cara Pembuatan Obat Hewan yang Baik (CPOHB) kepada para produsen, sehingga kualitas mutu obat hewan yang dihasilkan sesuai dengan standar Good Manufacturing Practices (GMP) internasional.
CPOHB merupakan salah satu rambu pengaman dan menjadi salah satu bentuk sistem pengawasan kualitas secara dini sejak produksi. Dengan menerapkan CPOHB, akan diperoleh jaminan mutu obat hewan, sehingga diharapkan dapat meningkatkan daya saing obat hewan produk dalam negeri.