TEMPO.CO, Jakarta - Meski kalah beken dibanding industri perbankan, industri asuransi diyakini amat potensial. Keyakinan ini membuat PT Taspen (Persero) mendirikan anak perusahaan, PT Taspen Life 2014, yang bermain di bidang asuransi jiwa retail.
Sebagai anak usaha, Taspen Life berupaya memberikan keuntungan tambahan kepada masyarakat dari asuransi jiwa. Namun, selain itu, dalam perkembangannya, banyak tantangan yang harus dihadapi industri keuangan.
Lalu, apa strategi Taspen Life? Presiden Direktur Taspen Life Maryoso Sumaryono membeberkan pandangannya kepada wartawan serta fotografer Tempo, Andi Ibnu dan Tony Hartawan, pada pekan lalu. Berikut ini petikan wawancara Maryoso yang juga dimuat di Koran Tempo edisi hari ini, Senin, 3 April 2017.
Apa perbedaan PT Taspen (Persero) dengan Taspen Life?
Taspen (Persero) asuransi wajib bagi aparatur sipil negara (ASN) yang dibayarkan otomatis menggunakan duit negara. Kalau Taspen Life merupakan anak perusahaan Taspen dengan kepemilikan saham 99,97 persen. Kami ini asuransi jiwa komersial.
Simak:
Lebaran, Tiga Ruas Tol Trans Sumatera Sudah Bisa Dilalui
Bangun Pusat Inovasi, Apple Ingin Jual Smartphone 4G di Indonesia
Apa manfaat yang ditawarkan Taspen Life?
Taspen Life didirikan supaya ASN bisa mendapat benefit tambahan ketika pensiun nanti. Kalau mereka pensiun atau berhenti, nanti akan dapat tambahan keuntungan. Biasanya, seorang ASN pensiun dapat klaim Rp 30-50 juta, sekarang bisa meningkat menjadi Rp 100 juta kalau di top up dengan kami. Memang tetap bergantung pada durasi masa bakti dan gaji terakhir yang diterima seorang pegawai negeri sipil (PNS). Kami juga melihat kemampuan bayar premi ASN sekarang sudah jauh lebih baik.
Konsumen yang disasar Taspen Life pada ASN?
Iya. Saat ini, kami sudah mendapatkan klien dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, dan Sumatera Selatan. Kementerian Pariwisata juga sudah berhasil kami dapatkan. Ke depan, beberapa provinsi akan segera bergabung.
Bagaimana dengan segmen selain ASN?
Segmen kelompok, institusi korporasi, atau retail. Hampir semua asuransi yang ada main di situ semua. Kami juga baru masuk segmen retail tahun lalu. Sekarang, kami masih kekurangan agen. Yang relatif mudah kami promosi di kalangan PNS. PNS kan punya keluarga dan teman.
Produk apa yang ditawarkan Taspen Life?
Hampir sama dengan perusahaan lain. Kami main di asuransi jiwa.
Bagaimana perkembangan Taspen Life selama ini?
Raihan premi pada 2016 tumbuh 207 persen dari Rp 126,4 miliar menjadi Rp 388,9 miliar. Klaim meningkat dari Rp 200 miliar menjadi Rp 259 miliar. Aset sudah mencapai Rp 2,97 triliun. Dalam sepuluh tahun, kami incar peningkatan aset menjadi Rp 10 triliun.
Dana kelolaan lebih banyak ditempatkan pada produk apa saja?
Aset investasi kami senilai Rp 2,8 triliun. Semuanya disalurkan ke deposito, obligasi, reksadana, dan saham sesuai dengan aturan OJK.
Tidak ada rencana menyalurkan dana ke infrastruktur seperti yang sedang digadang-gadang pemerintah?
Sudah. Kami dipersyaratkan OJK untuk mengelola uang surat utang negara minimal 20 persen. Tiga puluh delapan persen dana kelolaan di SBN dan obligasi infrastruktur.
Secara makro, bagaimana perkembangan asuransi selama ini?
Tingkat penetrasi dibanding GDP baru 3 persen dan dibanding populasi sekitar 15 persen. Positifnya, potensi masih sangat besar. Tidak heran banyak pemain asing yang mau ikut di Indonesia. Perlu literasi sosialisasi, seperti mengenalkan asuransi di kurikulum sekolah.
Negara mana yang paling ideal dalam perkembangan asuransi?
Semua berkiblat ke Jepang. Di sana, hampir 100 persen populasinya berasuransi. Pada 1990-an saja, setiap orang sudah punya tiga polis. Kesadaran mereka terhadap risiko hidup, kesehatan, dan hari tuanya amat tinggi. Pemerintah sana juga berani memberikan imbal balik yang tinggi.
Bagaimana dengan di Indonesia?
Industri dan regulator sama-sama tumbuh. Selain Bumiputra dan Jiwasraya, banyak yang baru muncul pada 90-an. OJK banyak belajar dari kami.
Banyak orang melihat industri asuransi sebelah mata. Apalagi kalau dibanding perbankan. Dari zaman generasi saya, banyak yang kejeblos, termasuk saya. Namun seharusnya dapat perhatian lebih karena dana jangka panjang asuransi bisa digunakan untuk pembangunan.
ANDI IBNU | PRAGA UTAMA