TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Dewan Peternakan Rakyat Nasional (Depernas) Ade Zulkarnaen mengatakan sejak Maret memang stok jagung dirasakan langka oleh para peternak, khususnya peternak petelur.
Dia menambahkan, kelangkaan terjadi sejak stok impor jagung di Desember 2016 habis di pasaran. "Di Desember kemarin kan ada kuota impor 2.000 ton dan dijual Rp 3.750 per kilogram, sudah habis itu," kata Ade Zulkarnaen kepada Tempo saat dihubungi pada Sabtu, 1 April 2017.
Baca: Bulog: Jagung Aman, Pakan Ternak Kosong
Ade menuturkan akibat habisnya stok jagung impor itu, jagung mulai langka di pasaran. Dia melihat harga jagung yang tersedia di pasaran juga tinggi dan menyulitkan para rakyat peternak. "Sulit, karena harga jual rendah selama beberapa tahun terakhir."
Ade mengungkapkan kelangkaan terjadi di Jawa Timur, khususnya di daerah Blitar, sehingga dia merasa ucapan Perum Bulog tentang ketersediaan stok jagung untuk rakyat peternak tak realistis. "Mengeluarkan pernyataan itu harus realistis."
Ketika ditanyakan mengenai rencana Bulog meminta akses menyalurkan jagung ke feedmill, Ade menilai seharusnya Bulog menghitung terlebih dahulu kebutuhan riil rakyat peternak. "Masalah nanti terpenuhi dengan jagung lokal atau impor itu urusan lain," ujarnya.
Beberapa hari lalu, rakyat peternak unggas mengadakan demonstrasi. Mereka mengeluhkan harga ayam hidup (broiler) dan telur yang anjlok sejak 2013. Mereka juga mengeluhkan langkanya jagung untuk pakan ayam dan harganya mahal.
Saat dimintai konfirmasi, Direktur Pengadaan Perum Bulog Tri Wahyudi Saleh mengatakan stok jagung aman untuk rakyat peternak. Dia menuturkan kondisi stok jagung di gudang Bulog saat ini adalah 137 ribu ton.
DIKO OKTARA