TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi mengimbau masyarakat tak khawatir mengenai pembukaan data kartu kredit. Kebijakan tersebut tidak akan menambah tagihan pajak wajib pajak.
Ken mengatakan setiap transaksi kartu kredit dihitung sebagai utang, bukan penghasilan. "Jadi transaksi kartu kredit tidak mencerminkan potensi yang sebenarnya terhadap penghasilan," ucapnya di Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jakarta, Jumat, 31 Maret 2017. Ia menuturkan barang yang dibeli wajib pajak pun sudah dikenai pajak pertambahan nilai (PPn).
Baca: BI Minta Bank Jangan Jor-joran Bisnis Kartu Kredit
Direktur Penyuluhan dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama pada 29 Maret 2017 mengatakan data transaksi kartu kredit hanya digunakan untuk tujuan perpajakan, yaitu profiling wajib pajak. Ia menjamin DJP menjaga kerahasiaan data tersebut.
Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2016 mewajibkan penyelenggara kartu kredit menyampaikan data transaksi kartu kredit kepada DJP. Penyampaian data pertama kali dilakukan pada periode Maret 2016.
Namun kebijakan tersebut ditunda pelaksanaannya setelah Undang-Undang Pengampunan Pajak disahkan pada 1 Juli 2016. Penyampaian data transaksi kartu kredit ditunda hingga periode amnesti pajak selesai. Amnesti pajak berakhir pada 31 Maret 2017.
Simak: Bisnis Kartu Kredit Belum Akan Mengkilap Tahun Ini
Ken mengatakan kebijakan tersebut tidak akan langsung diimplementasikan segera setelah amnesti pajak berakhir. "Kami belum akan meminta daya transaksi kartu kredit, tapi akan berfokus pada pengumpulan data harta dalam rangka amnesti pajak," ucapnya. Namun Ken tidak menyebutkan secara spesifik pelaksanaan kembali kebijakan tersebut.
Ken berujar, masyarakat tak perlu takut menggunakan kartu kredit. Pasalnya, penggunaan kartu kredit bisa membantu menggerakkan perekonomian.
VINDRY FLORENTIN