TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Fahmi Idris mengatakan ada sejumlah opsi yang sedang digodok pemerintah untuk menekan defisit di program Jaminan Kesehatan Nasional. Dari 27 skenario yang disiapkan, setidaknya ada tiga yang disebutkan oleh Fahmi.
Opsi pertama ialah berbagi pembiayaan (cost sharing) dengan pemerintah daerah. Kedua, mengkaji dana bagi hasil cukai tembakau ke daerah.
Ketiga, memanfaatkan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA). "(Skenario) ini untuk defisit," kata Fahmi di Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Jakarta, Kamis, 30 Maret 2017.
Dalam pembahasan di rapat koordinasi, kata Fahmi, dari hasil kajian sementara ada dana bagi hasil cukai yang tidak terserap optimal oleh pemerintah daerah. Oleh sebab itu, pemerintah ingin memastikan lagi besaran dana hasil cukai yang belum terserap. "Ini salah satu opsi.”
Dari ketiga skenario itu, Fahmi menyatakan, pelibatan pemerintah daerah dianggap memungkinkan. Bila opsi itu dipilih maka pemerintah memerlukan payung hukum. "Apakah buat peraturan presiden, revisi peraturan presiden atau menerbitkan instruksi presiden," kata dia. Tim yang terdiri dari berbagai kementerian dan lembaga, lanjut Fahmi, diberi waktu satu bulan untuk menentukan skenario mana yang terbaik.
Sebelumnya, pemerintah sedang berusaha mengendalikan defisit pembiayaan di program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani menyatakan ada 27 skenario yang sudah disiapkan timnya. "Saya minta dari 27 itu mana yang bisa dikerucutkan," kata Puan usai rapat koordinasi.
Sejak kali pertama diluncurkan pada 2014, defisit program JKN mencapai Rp 3,3 triliun. Di tahun 2015 angkanya bertambah menjadi Rp 5,7 triliun. Pada 2016 pemerintah memberikan penyertaan modal untuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebesar Rp 6,8 triliun.
ADITYA BUDIMAN