TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengaku tak khawatir dengan kontribusi minyak dan gas (migas) terhadap produk domestik bruto (PDB) yang terus menurun dari tahun ke tahun.
Menurut Jonan, saat ini fokus yang dicanangkan negara adalah mendorong pertumbuhan ekonomi yang merata dan meningkatkan daya beli masyarakat melalui seluruh sektor, termasuk migas. "Sudah tumbuh dalam pemikiran kita bahwa sumber daya alam itu bisa dan diharapkan yang terbesar untuk menopang pertumbuhan ekonomi, sekarang tidak semata-mata lagi begitu," ujarnya di Energy Building, Jakarta,Jumat, 24 Maret 2017.
Baca: Eksplorasi Loyo, Penerimaan Migas Merosot
Jonan berujar total PDB Indonesia hampir mencapai Rp 12.500 triliun. Namun, sektor kelistrikan, mineral dan batubara, juga migas baik hulu dan hilir tak sampai 15 persen. "Yang penting negara bisa meningkatkan pemerataan penghasilan serta pemerataan ekonomi dan daya beli besar," ucapnya.
Jonan menambahkan, yang diharapkan negara saat ini adalah industri dapat semakin kompetitif karena iklim persaingan global semakin tinggi. "Jadi harus bayar inefisiensiya."
Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Askolani mengatakan penurunan kontribusi migas disebabkan oleh penurunan harga minyak dunia. Dan masalah itu dihadapi oleh seluruh negara. "Kita lihat Arab Saudi juga harus menggunakan cadangan devisanya untuk menutupi APBN mereka karena turunnya harga minyak," kata dia.
Simak: Migas Tak Lagi Jadi Primadona Penerimaan Negara ...
Askolani mengatakan Arab Saudi juga harus mengurangi subsidi seperti yang dilakukan Indonesia. Ekspor migas Indonesia saat ini sudah negatif dibandingkan dengan impor yang lebih besar. "Jadi bukan menambah cadangan devisa lagi tapi malah menggerus, Sehingga yang dilakukan pemerintah saat ini adalah mengurangi subsidi energi baik migas maupun listrik agar lebih seimbang.
Kementerian Keuangan mencatat penerimaan negara dari sektor migas di 2008 mencapai Rp 309 triliun, namun di 2015 turun di bawah Rp 100 triliun. Sedangkan, subsidi energi ketika itu mencapai Rp 350 triliun, sebelum akhirnya dipangkas pada 2015 menjadi Ro 150 triliun. "Bahkan tahun ini bisa dibawah Rp 100 triliun," kata Askolani.
Askolani menuturkan kontribusi migas saat ini hanya sekitar Rp 80-90 triliun. "Belanja pasti tapi penerimaan kita nggak pasti karena migas kita anjlok."
Askolani berujar tanggung jawab bersama saat ini adalah menemukan cadangan migas baru dan menyimpan energi untuk generasi mendatang. "Kalau impor juga aman lebih baik cadangan kita simpan, tidak perlu digunakan habis-habisan," ucapnya.
Hal senada diungkapkan oleh Presiden Direktur PT Medco Energi International Tbk, Hilmi Panigoro yang mengaku tak merasa sedih dengan menurunnya kontribusi migas terhadap penerimaan negara. "Saya senang, berarti negara ini tidak
lagi bergantung dengan sumber daya alam yang berlebihan, yang penting mendorong industri secara optimal," katanya.
GHOIDA RAHMAH