TEMPO.CO, Jakarta - Operator taksi diminta memberikan kepastian standar pelayanan yang baik. Pengamat transportasi dari Unika Soejijapranata Semarang, Djoko Setijowarno menyatakan perbaikan standar pelayanan antara lain dengna mempercepat waktu tunggu konsumen.
Djoko mengomentari revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32/2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Menurut dia, perusahaan taksi resmi harus segera mengubah diri dan mengenalkan informasi teknologi dalam bisnisnya.
Dia meyakini perangkat aplikasi akan sangat memudahkan dispatcher, driver, dan calon penumpang agar lebih responsif dan waktu tunggu semakin cepat. “Penggunaan aplikasi hanya merupakan pelengkap pengoperasian. Mestinya perangkat dispatching yang dijual, adalah seat atau perjalanan dengan taksi berizin, bukan terhadap kendaraan pribadi,” ungkapnya.
Baca: Kisruh, Bisnis Taksi Online Tetap Gurih
Sementara itu, Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Elly Adriani Sinaga memastikan sebelum penetapan revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32/2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek pihaknya segera menyediakan formula aturan kuota. “Ada variabelnya macam-macam, salah satunya standar pelayanan yaitu waktu tunggu. Dengan waktu tunggunya bisa lebih pendek, kuotanya bisa banyak,” kata Elly di Kantor Kemenko Maritim, Rabu lalu, 22 Maret 2017.
Dia meyakini formula tersebut sedang dalam proses finalisasi dan minggu ini sudah siap diinformasikan. Oleh sebab itu, BPTJ juga membutuhkan jaminan dari operator setiap kendaraan untuk bisa memberikan standar pelayanan yang baik, termasuk waktu tunggu yang lebih cepat.
Baca: Kisruh Taksi Online, Ini yang Akan Dilakukan Wali Kota Risma
Managing Director Grab Indonesia, Ridzki Kramadibrata mengatakan permintaan terhadap layanan aplikasi penyedia transportasi memang meningkat. Buktinya, Grab mengalami pertumbuhan 600 persen. “Sehingga kita lihat disini, pentingnya untuk menyesuaikan juga pada pertumbuhan permintaan,” tutur Ridzki.
Dia menjelaskan, pengemudi juga menolak jika ada kuota ataupun penetapan tarif batas atas dan bawah karena akan menurunkan produktifitas mereka. Menurutnya, selama ini kuota yang banyak juga meningkatkan kepuasan pelanggan.
“Kita juga harus perhatikan berapa lama para pelanggan mendapatkan servisnya? Faktor menunggu misalnya, mana ada orang sekarang mau nunggu 10 sampai 15 menit. Paling lambat misalnya 2 menit. Lalu faktor berapa harga yang didapatkan, kalau kuota kecil, maka harga jadi tinggi,” ucapnya.