TEMPO.CO, Jakarta - PT Pertamina (Persero) mengajukan usulan kenaikan harga bahan bakar minyak jenis pelayanan masyarakat (PSO) mulai 1 April mendatang. Pasalnya, perseroan mengklaim saat ini biaya perolehan BBM lebih besar ketimbang harga jual.
"Usulan Pertamina (harga) sesuai keekonomian. Itu usulan kami sebagai badan usaha tapi keputusan tergantung pemerintah," ujar Direktur Pemasaran Pertamina Iskandar di kompleks parlemen, Kamis, 23 Maret 2017.
Baca: Pertamina Seragamkan Harga BBM 15 Lokasi Terpencil
Iskandar mencatat saat ini biaya perolehan solar mencapai Rp 8.300 per liter. Sementara biaya perolehan premium sebesar Rp 6.850 per liter. Besaran itu jauh lebih tinggi dibanding harga solar saat ini sebesar Rp 5.150 per liter. Sementara harga premium di luar Jawa Madura dan Bali juga lebih rendah yaitu sebesar Rp 6.450 per liter.
Iskandar mencatat defisit penjualan solar subsidi sudah terjadi sejak Oktober 2016. Sementara defisit penjualan premium sudah dirasakan perseroan sejak September 2016. Saat itu, harga acuan pasar Platts di Singapura (MOPS) berkisar US$ 55-60 per barel. Perusahaan sudah mengusulkan perubahan harga kepada pemerintah. Kenaikan harga MOPS dipicu kesepakatan organisasi negara eksportir minyak (OPEC) menurunkan produksi hingga 1,2 juta barel per hari (bph) tahun depan.
Namun Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral hanya menyetujui kenaikan harga premium Rp 500 per liter. Akhirnya Pertamina menambal defisit dari dana bantalan sekitar Rp 2 triliun.
Baca: Ditopang Konsumsi, Bank Dunia Ramalkan Ekonomi RI Meroket
Iskandar menuturkan dua pekan terakhir harga MOPS stabil. Jika harga meningkat, diprediksi bakal ada migrasi penggunaan BBM non subsidi ke BBM bersubsidi di jenis bensin. Pasalnya, disparitas harga BBM non subsidi dan BBM bersubsidi bakal melebar. "Kalau lebih dari Rp 1.000 perbedaannya bisa ada migrasi."
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar ogah mengemukakan jawaban pemerintah atas usulan Pertamina. "Tunggu dulu," ujarnya.
Kerugian Pertamina sudah diprediksi anggota DPR Fraksi Partai Hanura Inas Nasrullah Zubir. Inas mengatakan sudah mewanti-wanti pemerintah untuk tidak memangkas subsidi sejak pertengahan tahun lalu. "Saya sudah bilang hati-hati menurunkan subsidi karena pergerakan MOPS sedang naik." Pemerintah saat itu bergeming karena menganggap harga minyak dunia sedang murah.
Menurut Inas, kerugian Pertamina bisa dibayar pada tahun berikutnya, asalkan pemerintah mau menaikkan subsidi solar kembali ke angka Rp 1.000 per liter dalam APBN-P 2017. "Masak salah hitung pemerintah lalu dibebankan kepada rakyat," ujarnya.
ROBBY IRFANY