TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono Indonesia masih harus mengatasi persoalan ketersediaan air bersih dan degradasi kualitas air, akibat pencemaran limbah. Memperingati Hari Air Dunia pada 22 Maret, dia mengingatkan masyarakat tentang pentingnya air, dan potensi bencana yang bisa ditimbulkan.
“Pertumbuhan prosentase penduduk semakin tinggi terutama di kawasan perkotaan, yang kini menjadi tempat tinggal 53 persen penduduk, berdampak pada meningkatnya kebutuhan air bersih dan lingkungan permukiman yang lebih sehat,” ujar Basuki melalui berita pers Biro Komunikasi Publik Kementerian PUPR, Kamis, 23 Maret 2017.
Dari segi kuantitas, ujar dia, Indonesia memiliki potensi air hingga 3,9 triliun meter kubik per tahun, dengan volume terbesar berada di Pulau Papua dan Kalimantan. Potensi yang dimanfaatkan untuk menunjang kehidupan masyarakat, berkisar 691 miliar meter kubik per tahunnya.
Baca: Hari Air Sedunia, PDAM Sulit Capai Bandung Timur, Barat, dan Selatan
“Dari jumlah itu (691 miliar meter kubik), Indonesia baru memanfaatkan sekitar 175 miliar meter kubik air, sementara sisanya sekitar 516 miliar belum dimanfaatkan secara optimal,” kata Basuki.
Kementerian PUPR melalui Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, sejak 2015 terus meningkatkan kuantitas air dengan memperbanyak tampungan. Salah satunya caranya adalah dengan membangun 65 bendungan, yang ditargetkan selesai pada 2021. Ada pula rencana rehabilitasi 3 juta hektar lahan irigasi, pembangunan 1 juta hektar lahan irigasi baru, dan normalisasi sungai.
Pembangunan 65 bendungan diyakini dapat meningkatkan tampungan air, dari hanya 12,6 miliar meter kubik yang didapat dari 230 bendungan yang sudah ada, menjadi 19,1 miliar meter kubik. Salah satu bendungan yang sedang diselesaikan adalah Bendungan Sei Gong di Kota Batam, Kepulauan Riau yang rencananya akan ditinjau oleh Presiden Joko Widodo.
Simak: Hari Air Sedunia, Separuh Warga Jakarta Tak Nikmati Air Bersih
Terkait air limbah, Kementerian PUPR mendorong pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) terpusat dan terpadu di berbagai daerah. Pembangunan IPAL didukung dengan Program Jakarta Sewerage System (JSS), yang tersebar di 15 zona. “Bila rampung nantinya pada tahun 2035 diperkirakan akan dapat melayani 90 persen warga Jakarta,” kata dia.
Saat ini baru 13 kota yang memiliki sistem pengelolaan air limbah secara off site, di mana limbah domestik dialirkan melalui sistem perpipaan dan diolah dalam satu lokasi IPAL. Sistem itu sudah ada di Medan, Jakarta, Yogyakarta, Bandung, Solo, Balikpapan, Banjarmasin, Cirebon, Denpasar, Batam, Manado, Tangerang, dan Malang.
Simak: Hari Air Dunia, Pemerintah Minta Konservasi Lahan Diperbanyak
PUPR pun melibatkan masyarakat untuk pengelolaan air limbah, melalui program Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS) oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya PUPR. Program itu melibatkan masyarakat mulai dari perencanaan, penentuan lokasi IPAL, hingga pengoperasian.
YOHANES PASKALIS