TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad meminta bank-bank memperkuat manajemen pengelolaan tindak kejahatan perbankan (fraud management). Penguatan fraud management itu di antaranya untuk mencegah berulangnya pembobolan uang nasabah seperti yang belakangan terjadi di Bank Tabungan Negara (BTN).
Dengan demikian, kata Muliaman, konsumen dan pihak perbankan tidak dirugikan. "Fraud management itu harus diperkuat di bank. Karena itu ada penalti sanksi yang diberikan oleh pengawas,” ujar Muliaman usai menjadi pembicara dalam acara FinTechStage Inclusion Forum di Jakarta Convention Centre (JCC), Jakarta, Kamis, 23 Maret 2017.
Muliaman menyoroti kasus dugaan pembobolan uang nasabah BTN senilai sekitar Rp 255 miliar yang dilakukan dua kepala kantor bank tersebut. Lebih jauh Muliaman menyebutkan jenis sanksi yang dijatuhkan bergantung sepenuhnya pada pengawas. “Pengawas yang akan menentukan mana yang berisiko dan perlu mendapatkan perhatian," tuturnya.
Terkait dengan pembatasan operasional oleh OJK terhadap BTN, Muliaman menjelaskan pembatasan tersebut bukan pembatasan yang menghambat bank tersebut mengembangkan bisnisnya. "Membatasi dalam artian bukan tidak boleh berkembang. Tapi misalnya kalau membuka rekening tidak boleh di kantor kas, harus di cabang terdekat. Buka rekening orangnya harus datang. Ya yang kayak-kayak gitu lah," kata Muliaman.
Beberapa hari lalu, Mabes Polri mengungkap dugaan pembobolan uang nasabah yang diduga kuat melibatkan dua kepala kantor BTN Cabang Enggano, Tanjung Priok, Jakarta utara, dan Cikeas, Bogor, Jawa Barat. Polisi telah menangkap kedua oknum pejabat BTN tersebut berdasarkan laporan dari manajemen perusahaan BTN terkait dugaan penggelapan dalam jabatan, penipuan dan atau pencucian uang pada 21 November 2016.
Dana tersebut kemungkinan milik beberapa perusahaan yang menempatkan dananya di BTN, antara lain Surya Artha Nusantara Finance (SAN Finance), PT Asuransi Jiwa Mega Indonesia (AJMI) dan PT. Asuransi Umum Mega (AUM), serta PT Global Index Investindo hampir Rp300 miliar.
Kasus itu berawal saat salah satu perusahaan tersebut akan mencairkan dana namun pihak BTN mengkonfirmasi penempatan deposito dana tidak terdaftar. Pihak BTN memberitahukan dana tersebut terdaftar sebagai nasabah rekening giro dan sudah dilakukan penarikan dana.
Pelaku diduga menjalankan modus mengajukan penawaran menempatkan dana pada BTN dengan bunga sesuai pasaran kepada korban. Setelah disetujui, korban melengkapi syarat administrasi dan menempatkan dana melalui pejabat BTN berinisial DP dan BM.
Selanjutnya, oknum pegawai internal BTN mengganti dokumen pembukaan rekening dan memasukkan nomor konfirmasi yang dikuasai pelaku untuk membuka rekening di BTN tanpa sepengetahuan korban. Oknum pegawai BTN juga meminta korban mengirimkan dana ke rekening penampungan atas nama perusahaan korban.
Selain DP dan BM, polisi meringkus tersangka A dan SG, serta mengejar dua pelaku lainnya yang masih buron. Saat ini, para korban pembobolan nasabah BTN telah menyampaikan persoalan tersebut kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan menunggu pertanggungjawaban dari BTN.
ANTARA