TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan sembilan fatwa baru untuk memperkuat industri keuangan syariah. Wakil Ketua DSN MUI Adiwarman Karim mengatakan, sembilan fatwa baru itu terdiri dari lima fatwa untuk industri perbankan syariah. Sisanya, untuk industri non perbankan syariah.
Karim berujar, fatwa pertama dan kedua untuk perbankan syariah adalah f tentang
akad al-ijarah aI-Maushufah di aI-Dzimmah, khususnya untuk produk pembiayaan pemilikan rumah (PPR) inden. "Mudah-mudahan banyak kegunaannya," katanya dalam konferensi persnya di Wisma Antara, Jakarta, 21 Maret 2017.
Baca Juga:
Baca Juga: Prospek Keuangan Syariah 2017 Cerah
Fatwa ketiga dan keempat menurut Karim, adalah terkait novasi subyektif (pembaruan utang) dan juga subrogasi berdasarkan prinsip syariah. Fatwa ini ditujukan untuk memfasilitasi perusahaan dalam melakukan mengambil alih perusahaan lain. "Proses ini akan difasilitasi dengan novasi dan subrogasi," tuturnya.
Sementara itu, fatwa kelima adalah mengenai penjaminan pengembalian modal pembiayaan mudharabah, musyarakah, dan wakalah bil istitsmar. Menurut Karim, fatwa ini merupakan yang satu-satunya di dunia. "Di luar negeri, modal tidak boleh dijamin. Dengan banyaknya tantangan, modal dijamin bisa kembali utuh."
Bagi industri non perbankan syariah, Karim mengatakan, dikeluarkan fatwa terkait wakaf manfaat asuransi dan manfaat investasi pada asuransi jiwa syariah. Fatwa ini memfasilitasi diwakafkannya dana asuransi oleh nasabah yang telah meninggal. "Uang pertanggungan boleh diwakafkan. Ahli waris bisa memberikan wakaf," ujarnya.
Simak: OJK Akan Bentuk Lembaga Keuangan Syariah Baru di ...
Selain itu, menurut Karim, terdapat fatwa tentang pedoman penyelenggaraan rumah sakit berdasarkan prinsip syariah. "Dengan fatwa ini, masyarakat menjadi punya pegangan. Mereka tidak perlu khawatir pergi ke rumah sakit tertentu jika rumah sakit tersebut sudah memiliki sertifikat sebagai rumah sakit syariah," tuturnya.
Fatwa lainnya untuk industri non perbankan syariah, adalah mengenai pedoman penyelenggaraan pariwisata berdasarkan prinsip syariah. Menurut Karim, fatwa ini merupakan permintaan pemerintah. "Kami harap ini bisa mengokohkan Indonesia sebagai destinasi syariah terkemuka di dunia. Saat ini, Lombok sudah terpilih," katanya.
Adapun fatwa terakhir bagi industri non perbankan syariah adalah tentang pembiayaan likuiditas jangka pendek syariah. Fatwa ini memfasilitasi kebutuhan bank-bank syariah yang mengalami kesulitan likuiditas jangka pendek. "Yang belum masuk pada level sakit, masih sehat, dan hanya memerlukan likuiditas jangka pendek," tutur Karim.
Direktur Utama BNI Syariah Imam Teguh Saptono yang hadir dalam konferensi pers DSN MUI tersebut menyambut baik diluncurkannya sembilan fatwa itu. "Beberapa fatwa sudah menjadi kebutuhan yang mendasar. Beberapa di antaranya juga akan menjadi pusat pertumbuhan baru untuk industri ke depannya," kata Imam.
ANGELINA ANJAR SAWITRI