TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Perpajakan Internasional Direktorat Jenderal Pajak John Hutagaol mengatakan komunitas otoritas pajak sedunia telah sepakat untuk mendorong keterbukaan informasi secara sukarela. Untuk itu, mereka sepakat untuk melahirkan Automatic Exchange of Information (AEoI) dan Base Erosion and Profit Shifting (BEPS).
Dalam BEPS, menurut John, terdapat 15 rencana aksi. Ditjen Pajak tengah mengkaji rencana aksi ke-12, mandatory disclosure rules, untuk diadopsi dalam regulasi domestik. "Ditjen Pajak dalam proses mempelajari dan kami akan mengeluarkan aturan itu," kata John di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Jumat, 17 Maret 2017.
Baca: Pertukaran Data Pajak, OJK Siapkan Sejumlah Aturan Ini
Salah satu contoh negara yang sudah melaksanakan rencana aksi ke-12 BEPS melalui regulasi di negaranya adalah Inggris. "Apa yang diwajibkan? Jika wajib pajak melaksanakan tax planning, skema perencanaan pajaknya harus dilaporkan ke kantor pajak, termasuk promotornya," ujar John.
Promotor yang dimaksud, menurut John, adalah semua pihak yang memberikan nasehat dan arahan kepada wajib pajak untuk melakukan tax planning. "Konsultan pajak, konsultan keungan, bank, lawyer, akuntan publik, dan orang pribadi yang menyarankan wajib pajak mengenai perencanaan pajak. Dia harus report ke kantor pajak."
Selain itu, Ditjen Pajak juga akan mengadopsi empat rencana aksi yang menjadi standar minimum dalam implementasi BEPS tahap I. Rencana aksi itu adalah rencana aksi ke-5, harmful tax practices; rencana aksi ke-6, treaty abuse; rencana aksi ke-13, tranfer pricing documentation; dan rencana aksi ke-14, dispute resolution.
Simak: Pegawai Ditjen Pajak Diminta Ikut Tax Amnesty
John menambahkan, Ditjen Pajak juga tengah menyelesaikan aturan yang terkait dengan rencana aksi BEPS ke-3, yakni controlled foreign company rules. Ketentuan mengenai rencana aksi ke-3 tersebut akan diselesaikan dalam waktu dekat ini.
"Jadi bukan hanya yang empat (standar minimum) tadi," katanya.
ANGELINA ANJAR SAWITRI