TEMPO.CO, Bandung - Financial closing untuk pembiayaan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Cirebon II berkapasitas 1.000 megawatt sudah hampir final.
“Dalam waktu dekat, kita akan mencapai financial close, kesepakatan semua pembiayaan,” ujar Presiden Direktur PT Cirebon Energi Prasarana (CEPR) Heru Dewanto setelah bertemu dengan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan di Bandung, Selasa, 14 Maret 2017.
Dengan begitu, menurut Heru, semua persyaratan pembiayaan terpenuhi. “Artinya, proyek ini sudah layak dan akan melaju.”
Heru mengatakan PLTU Cirebon II merupakan pembangkit kedua yang dikembangkan perusahaannya menyusul beroperasinya PLTU Cirebon I berkapasitas 650 MW sejak 2012. Pembiayaan pembangunan PLTU Cirebon II sebagin besar berasal dari pinjaman sindikasi perbankan Jepang dan Korea. “Nilainya untuk unit II itu US$ 2 miliar. Ada loan dan equity. Loan 75 persen, sisanya equity,” ucap Heru.
Simak:
Kapal Tabrak Terumbu Karang Raja Ampat, Ini Langkah Menteri Susi
Pansel OJK Tekankan Integritas Kandidat
Bisnis Payroll, Bank Mandiri Kembangkan Konsep Banking at Work
Sri Mulyani Sebut Faktor Ini Penggugur Calon Komisioner OJK
Menurut Heru, lahan dan perizinan, termasuk izin lingkungan, juga sudah tuntas. Izin mendirikan bangunan (IMB), misalnya, sudah dikantongi sejak setahun lalu.
PLTU Cirebon II pun sudah tidak lagi terganjal masalah tata ruang dengan mengacu Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016. “Semua prosedur sudah kita lewati, sehingga amdal bisa diselesaikan,” tutur Heru.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Daerah Jawa Barat Anang Sudarna mengatakan semua perizinan, termasuk izin lingkungan PLTU Cirebon II, sudah beres. “Kalau dari segi dokumen, aman. Dari sisi tata ruang, juga sudah di akomodasi. Tinggal jalur untuk sutet menuju gardu induk Manggilantang di Kuningan itu sedang dalam proses revisi tata ruang,” ucapnya.
Anang mengatakan lahan yang digunakan PLTU Cirebon II bukan kawasan hutan. “Itu aset pemerintah. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang diadakan dulu dari budget mereka tahun 1984-1985 untuk membangun pelabuhan kayu. Di Jawa ini, dulu ada empat lokasi untuk pelabuhan kayu, yakni di Cirebon, Jawa Tengah, Tuban, termasuk Marunda,” ujarnya.
Menurut Anang, praktek transportasi pengangkutan batu bara PLTU Cirebon I juga relatif lebih baik dibanding pembangkit lain dengan transportasi relatif tertutup untuk meminimalkan imbas debu halus batu bara. Limbah batu bara sisa pembakaran untuk pembangkit juga digunakan untuk bahan baku pabrik semen. “Kalau di mata saya, PLTU lain lebih jorok,” tuturnya.
AHMAD FIKRI