TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola menilai pertumbuhan ekonomi di wilayahnya berjalan tidak imbang. Sebagian besar pertumbuhan ditopang oleh industri tambang nikel. "Pertambangan mendominasi tapi pertanian ditinggalkan," kata dia di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis, 9 Maret 2017.
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Tengah di 2016 mencapai 9,9 persen. Namun Longki mengatakan angka kemiskinan pun ternyata cukup tinggi, yaitu 14 persen. Ia menilai hal itu sebagai sesuatu yang anomali.
Baca : Studi Kelayakan Tanggul Laut Jakarta Rampung dalam Dua Bulan
Oleh sebab itu, dalam rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo, Longki mengusulkan agar sektor di luar pertambangan mendapat perhatian yang lebih. Tujuannya agar pertumbuhan ekonomi berjalan stabil dan berkelanjutan. "Tambang itu milik pengusaha di Jakarta. Kami ujungnya jadi buruh," kata dia.
Upaya meningkatkan pertumbuhan di sektor pertanian atau perkebunan sudah dilakukan. Menurut Longki, pemerintah sudah menawarkan kredit usaha rakyat kepada para petani. Namun hal itu sulit diterima. "Petani kami masuk bank saja harus buka sepatu, susah mensosialisasikan," ucapnya.
Di luar pertambangan, Sulawesi Tengah mempunyai potensi yang besar di komoditas kakao. Setiap tahunnnya, lanjut Longki, Sulawesi Tengah bisa mengekspor biji coklat sebanyak 160 ribu ton. Kepada Presiden Jokowi ia berharap proyek strategis nasional bisa cepat rampung.
Baca : Soal Badan Pangan, DPR Salahkan Pemerintahan Jokowi
Sementara itu, Presiden Jokowi mengatakan ada potensi unggulan di Sulteng selain sektor pertambangan. Salah satunya ialah sektor perkebunan, seperti kakao, kopi, kelapa, dan cengkeh. Agar momentum pertumbuhan ekonomi bisa terjaga, presiden ingin pengembangan potensi itu mesti diolah lagi agar ada nilai tambah. "Komoditas unggulan itu bisa jadi basis tumbuhnya ekonomi rakyat di Sulawesi Tengah," ucap Jokowi.
ADITYA BUDIMAN