TEMPO.CO, Jakarta - Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Mari Elka Pangestu menyoroti kemungkinan terjadinya perang dagang di tingkat global. Kemungkinan ini muncul bila negara-negara sasaran penerapan posisi kebijakan proteksionisme Amerika Serikat melakukan retaliasi atau pembalasan.
Baca: Peringatan Sri Mulyani Soal Efek Kebijakan Ekonomi Trump
"Kalau ada perang dagang, maka akan menyebabkan ketidakpastian yang akhirnya kemudian mengganggu pasar finansial di AS," kata Mari Elka ditemui dalam acara simposium internasional di InterContinental, Jakarta, Selasa 7 Maret 2017.
Baca: Donald Trump Menang, Kalla: Ekonomi Dunia Bermasalah
Negara yang menjadi sasaran kebijakan proteksionisme Presiden AS Donald Trump mengalami defisit perdagangan. Di antaranya adalah Cina, Korea Selatan, Jepang, Meksiko, dan Kanada.
Mari Elka berharap kemungkinan terjadinya perang dagang tersebut dapat diperlemah lewat dinamika dalam negeri AS. Terutama melalui para pebisnisnya yang masih menginginkan impor secara murah.
Walaupun Indonesia bukan merupakan sasaran kebijakan proteksionisme AS, kata Mari, dampaknya masih akan dirasakan secara tidak langsung karena rantai produksi perekonomian global saat ini telah membuat negara terbuhung satu sama lain
Sementara itu, Kepala Departemen Ekonomi CSIS (Center for Strategic and International Studies) Yose Rizal Damuri membenarkan bahwa Indonesia akan mengalami dampak tidak langsung kebijakan AS meskipun tidak masuk sasaran regulasi.
Dia menjelaskan bahwa 50 persen ekspor Indonesia ke China secara tidak langsung digunakan untuk ekspor lagi oleh Negeri Tirai Bambu tersebut ke negara-negara lain.
Kondisi semacam itu juga terjadi dalam perdagangan dengan Korea Selatan (40 persen) dan Jepang (20 persen).
"Bayangkan kalau Jepang dan China terkena dampak proteksionis, maka kita akan terkena dampak secara tidak langsungnya itu. Akan lebih parah kalau terjadi perang dagang," kata Yose.
Dia menjelaskan pula bahwa sebelumnya pernah terjadi perang dagang secara praktis pada 1930-an, yang mana kondisi tersebut kemudian berujung pada Perang Dunia II.
"Kita tentunya tidak mau akan terjadi trade war yang akhirnya menjadi perang beneran," ucap Yose.
ANTARA