TEMPO.CO, Jakarta - Pemberian insentif bagi investor yang ingin mengembangkan energi baru terbarukan atau EBT tidak terlalu dibutuhkan saat ini. Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Ignasius Jonan, investor atau produsen lebih baik fokus membangun terlebih dahulu, karena risiko bisnis dimanapun pasti tetap ada. "Lihat saja bisnis maskapai, itu net marginnya setelah kena pajak cuma dua sampai tiga persen, tapi tetap jalan kok," ujar Jonan dalam acara dialog energi di Jakarta, Kamis, 2 Maret 2017.
Baca: Pemerintah Terus Kembangkan Energi Baru Terbarukan
Pemerintah, ujar Jonan, sangat mendukung pengembangan EBT. Jonan meyakinkan para pelaku industri, bahwa pemerintah tidak akan membangun jaringan listrik nasional, melainkan akan berfokus pada pengembangan energi potensial di masing-masing daerah untuk jaringan listrik lokal. "Arah kebijakan pemerintah saat ini adalah, masing-masing daerah membangun jaringan listrik sesuai kemampuan."
Tiap-tiap daerah menurut Jonan, harus memilih ingin mengembangkan jaringan listrik model jenis tertentu. "Kalau di Yahukimo, Papua, kami ingin Pembangkit Listrik Tenaga Angin, karena itu yang potensial dan efisien, dibanding membangun Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi di Sorong, lalu dialiri ke Yahukimo. Kalau di Jakarta, Pembangkit Listrik Tenaga Sampah yang memungkinkan," ujar Jonan.
Baca: Target Penggunaan Energi Baru Terbarukan 2025 Realistis
Dewan Energi Nasional mengusulkan beberapa strategi menekan biaya produksi energi baru terbarukan di sektor hulu. Langkah tersebut dinilai mampu mempercepat realisasi target pemerintah untuk penggunaan energi alternatif itu hingga 20 persen pada 2025.
"Pemerintah bisa mengambil alih resiko dari proses produksi energi baru terbarukan, misalnya dengan melakukan eksplorasi panas bumi sendiri dan menjual uapnya kepada investor, ataupun dengan menggunakan sistem cost recovery," kata Rinaldy Dalimi dalam acara yang sama.
DEN, menurut Rinaldy, mengusulkan pula agar ada insentif lain yang diberikan kepada pengembang energi baru terbarukan berupa pembebasan lahan. "Dalam pertemuan di The Assembly of International Renewable Energy Agency pertengah Januari lalu di Abudhabi, akhirnya kita tahu di negara Timur Tengah, ternyata para pengembang energi terbarukan diberikan insentif berupa penggunaan tanah secara gratis," ujarnya.
Insentif berupa keringanan pajak, menurut Rinaldy, juga harus diberikan kepada industri, perusahaan, maupun perorangan yang mengembangkan energi alternatif. "Bahkan kami juga ingin ada bank khusus yang bisa memberikan pinjaman lunak dengan bunga rendah, bagi investor untuk mengembangkan energi masa depan ini."
FAJAR PEBRIANTO | DEWI