TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral melaporkan penawaran wilayah kerja minyak dan gas bumi tahun lalu belum menuai hasil optimal. Dari 17 blok yang ditawarkan, hanya tiga blok yang diminati perusahaan.
"Ini yang menjadi tantangan kita. Regulasi direvisi supaya investasi migas menjadi atraktif," ujar Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi I Gusti Nyoman Wiratmaja di kantornya, kemarin.
Baca Juga: Pertamina Gunakan Skema Gross Split di 8 Blok Migas
Sebanyak 15 blok itu terdiri dari 13 wilayah kerja migas konvensional dan 2 wilayah kerja non konvensional. Kementerian sudah menutup penawaran wilayah kerja non konvensional. Sementara bagi blok konvensional, masa penawaran masih berlanjut.
Wiratmaja enggan membuka 13 blok konvensional yang belum laku karena masa penawarannya belum berakhir. Sedangkan blok non konvensional yang tidak laku adalah blok gas metan batubara Raja dan blok gas serpih Batu Ampar.
Bagi blok yang belum laku, dia berjanji bakal melelang ulang dengan menawarkan syarat dan ketentuan yang menarik investor. Salah satunya dengan menerapkan skema bagi hasil kotor atau gross split.
Wiratmaja mengklaim skema ini bisa memperbaiki iklim investasi migas Indonesia. Nantinya, hal yang bakal dipertimbangkan dalam lelang bukanlah besaran bagi hasil, melainkan proposal teknis dan besaran bonus tanda tangan. "Kalau pakai gross split, lebih efisien lebih dapat profit."
Baca: Ini Ketentuan BUMD Bisa Miliki 10 Persen Saham Blok ...
Adapun blok konvensional yang ditawarkan tahun lalu adalah South CPP, Riau; Suremana I, Selat Makassar; South East Mandar, lepas pantai Sulawesi Selatan; North Arguni, Papua Barat; Kasuri II, Papua Barat; Manakarra Mamuju, Selat Makassar; dan Oti, lepas pantai Kalimantan Timur. Area ini ditawarkan melalui skema lelang terbuka.
Sementara wilayah yang ditawarkan secara langsung adalah Blok Bukit Barat di lepas pantai Kepulauan Riau, Batu Gajah Dua di Jambi, Kasingan Sampit di lepas pantai Kalimantan Tengah, Ampuh di lepas pantai Laut Jawa, Ebuny di lepas pantai Sulawesi Tenggara, Onin di Papua Barat serta West Kaimana, Papua Barat.
Wiratmaja menyebut, untuk menggairahkan penawaran tahun depan, pemerintah menyiapkan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan. Regulasi ini tengah dibahas di Kementerian Sekretaris Negara untuk diusulkan kepada Presiden. Melalui revisi aturan ini, kata Wiratmaja, kontraktror bakal mendapat kepastian hukum dan fiskal untuk beroperasi di Tanah Air. "Semoga bisa segera disahkan," ujarnya.
ROBBY IRFANY