TEMPO.CO, Jakarta - Freeport menyatakan tidak ada peluang untuk kembali menjalankan bisnisnya di tambang Grasberg, Papua, kembali normal (business as usual) seperti dulu. Perusahaan tambang asal Amerika Serikat, Freeport-McMoRan Inc, yang merupakan induk usaha PT Freeport Indonesia, itu menyatakan tidak akan kembali menjalankan operasi tambang tembaga dan emasnya di Papua seperti dulu lagi akibat sengketa dengan pemerintah.
“Operasi kami berhenti akibat larangan ekspor sejak pertengahan Januari 2017,” demikian disampaikan dalam dokumen Freeport tertanggal 28 Februari 2017 yang diulas Reuters, Rabu, 1 Maret 2017.
Baca Juga:
Dalam rencana tahun 2017, Freeport memangkas rencana produksi tembaga tambang Grasberg kembali ke level 95 ribu ton per tahun dibanding target sebelumnya 140 ribu ton per tahun.
Baca: Smelter Freeport, Ini Harapan Soekarwo
Sebelumnya, para pemegang saham Freeport meminta perusahaan tetap teguh berpegang pada kontrak karya (KK) ketimbang mengikuti permintaan pemerintah Indonesia untuk mengubahnya menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK). CEO Freeport-McMoRan Richard Adkerson menyatakan Rio Tinto Plc, perusahaan mitra Freeport di tambang Grasberg, juga mendukung keputusan perusahaan dalam menghadapi pemerintah Indonesia.
“Para pemegang saham kami berpikir bahwa selama ini kami terlalu baik kepada Indonesia. Sekarang waktunya kami berada di posisi bahwa kami tetap berpegang pada kontrak karya,” ujar Adkerson dalam konferensi dengan para investor di Hollywood, Florida, Senin, 27 Februari 2017.
Pemegang saham Freeport berjumlah puluhan, baik institusi maupun lembaga fund manager. Investor institusi di antaranya Capital Research Global Investors dengan kepemilikan saham sebesar 10,3 persen, Vanguard Group Inc (8,31 persen), dan Icahn Associates Corp (6,31 persen).
Baca: Karyawan Freeport yang Dirumahkan Curhat di Indonesiana
Untuk diketahui, pada 11 Januari 2017 Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara atau biasa disingkat PP Minerba.
PP ini menegaskan perusahaan pemegang KK harus memurnikan mineral di Indonesia. Jika tidak membangun smelter, dilarang melakukan ekspor. Kemudian, jika ingin tetap melakukan ekspor, harus mengubah statusnya dari KK menjadi IUPK. Dengan menjadi IUPK, Freeport juga berkewajiban melepas 51 persen sahamnya kepada Indonesia tahun ini.
Pada 25 Januari 2017, Freport-McMoRan menyatakan sedang mempertimbangkan langkah hukum (legal action) untuk menggugat pemerintah Indonesia. Langkah itu menyusul perusahaan tidak mendapatkan izin ekspor. Sebab, berdasarkan KK, Freeport memiliki hak mengekspor konsentrat tembaga tanpa pembatasan atau kewajiban membayar bea ekspor.
Baca: Menteri Jonan: Pemerintah-Freeport Berunding Soal IUPK
Adkerson menyatakan perusahaannya memberikan waktu 120 hari kepada Indonesia untuk mempertimbangkan perbedaan pendapat yang terjadi antara pemerintah Presiden Joko Widodo dan Freeport. Waktu 120 hari tersebut terhitung dari pertemuan terakhir kedua belah pihak pada Senin, 13 Februari 2017. Jika tidak, Freeport akan membawa permasalahan kontrak ini ke arbitrase internasional.
REUTERS | ABDUL MALIK