TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Pembina Perhimpunan Advokasi Indonesia (Peradi) Otto Hasibuan mengatakan posisi pemerintah dalam melawan PT Freeport Indonesia cukup kuat apabila perusahaan tambang emas itu benar-benar membawa Indonesia ke arbitrase internasional.
“Kami yakin sekali pemerintah kuat. Kami berikan dukungan ini. Jangan lagi terulang seperti zaman dulu. Negosiasi memang dilakukan, tapi untuk kebaikan Indonesia,” ucap Otto di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Senin, 27 Februari 2017.
Simak: Presiden Jokowi Peringatkan Freeport
Menurut Otto, posisi pemerintah kuat karena berpegang pada Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara (PP Minerba).
Dalam PP tersebut ditegaskan bahwa perusahaan pemegang kontrak karya (KK) harus memurnikan mineral di Indonesia. Jika tidak membangun smelter, perusahaan itu dilarang melakukan ekspor. Lalu, jika ingin tetap ingin melakukan ekspor, perusahaan harus mengubah statusnya dari KK menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK). Dengan menjadi IUPK, Freeport berkewajiban melepas 51 persen sahamnya kepada Indonesia tahun ini.
“Dulu sejak berubah dari KK ke IUPK, sudah ada ketentuan yang mengatakan Freeport harus mengikuti setiap peraturan yang dibuat pemerintah Indonesia. Jadi, kalau ada peraturan yang dibuat pemerintah, dia harus ikut,” ujar Otto.
Otto menuturkan, apabila klausul perjanjian kontrak, salah satunya tentang kewajiban Freeport membangun smelter, tak dipenuhi, itu bisa disebut wanprestasi. Dengan begitu, ia tak bisa serta-merta menuntut prestasinya. “Dalam hukum, saya kira juga di luar negeri sama, hukum arbitrase juga sama. Siapa yang melanggar lebih dulu wanprestasi, dia tidak boleh. Kalau Anda duluan ingkar janji, enggak boleh kamu ngomong,” katanya.
Baca: Hadapi Freeport, Peradi Minta Dilibatkan
Hari ini, Peradi menyatakan diri mendukung pemerintah menghadapi Indonesia jika perusahaan tambang asal Amerika itu menggugat pemerintah lewat jalur arbitrase internasional. Peradi mengapresiasi langkah Presiden Joko Widodo yang menyerahkan semua mandat urusan tentang Freeport lewat satu pintu, yakni Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan, sehingga tidak ada isu miring terkait dengan kesepakatan kontrak Freeport lewat jalur belakang, seperti perkara “papa minta saham” beberapa waktu lalu.
“Itu yang membuat kami bangga sekali kepada Presiden. Dulu kan semua menteri bisa ikutan, semua bisa ikutan negosiasi, titip sana, titip sini. Dengan satu policy, komandannya Pak Jonan, yang lain harus ikut,” ucap Oto.
DESTRIANITA