TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengatakan pihaknya telah menerima laporan sementara terkait rencana pemecatan besar-besaran karyawan PT Freeport Indonesia. Ancaman pemecatan menyusul sengketa antara pemerintah Indonesia dengan anak usaha perusahaan tambang asal Amerika Serikat, Freeport-McMoRan Inc., tersebut soal kesepakatan status izin tambang dari kontrak karya (KK) menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK).
Meski demikian, Hanif akan tetap melakukan verifikasi laporan terkait kejadian di lapangan. “Saya besok akan ketemu dengan serikat pekerja di sana untuk membicarakan mengenai itu," kata Hanif di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, Kamis, 22 Februari 2017.
Baca Juga:
Baca: Menkeu: Kalau Freeport Berhenti, Jatuh Sahamnya
Hanif menjelaskan, kebijakan yang dilakukan pemerintah terkait dengan Freeport, pada dasarnya untuk mengembalikan proses berusaha di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada.
Sebelumnya, Freeport berencana untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) ribuan karyawannya menyusul perseroan sudah tidak melakukan ekspor konsentrat sejak 12 Januari lalu. President dan CEO Freeport-McMoRan Inc., Richard C. Adkerson mengatakan, larangan ekspor menyebabkan perusahaan mengurangi produksi. Dampaknya, sejumlah pekerja tidak lagi dibutuhkan.
Menurut Adkerson, rata-rata jumlah tenaga kerja dalam rencana operasi normal Freeport tercatat sebanyak 29 ribu orang selama 2017-2021. Namun dengan pembatasan operasi, karyawan berkurang menjadi 11 ribu. Saat ini ada 32 ribu pekerja di Freeport Indonesia dengan 12 ribu pekerja di antaranya merupakan pekerja tetap. Meski tak menyebut secara pasti jumlah karyawan yang dihentikan, namun ia memastikan bahwa pemecatan tak hanya menimpa pekerja nasional, juga ekspatriat.
Baca: Kasus Freeport, Sri Mulyani: Semua Demi Penerimaan Negara
Menanggapi hal tersebut, Hanif mengatakan bahwa PHK tidak bisa dilakukan sesuka hati, namun harus dibicarakan juga dengan serikat pekerja, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada. “Kami minta ke Freeport untuk membuka ruang bagi teman-teman serikat pekerja untuk membicarakan kemungkinan itu. Tapi ini jangan dikaitkan lagi dengan kebijakan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral,” ujar Hanif.
Hanif menambahkan, Kementerian Tenaga Kerja mendukung sepenuhnya langkah kebijakan pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan izin usaha Freeport di Indonesia. Namun terkait tenaga kerja, jangan sampai digunakan sebagai alat untuk menekan pemerintah.
Baca: Freeport Krisis, Jumlah Penumpang Garuda ke Timika Turun
"Jika ada masalah dirundingkan saja. Jangan sampai menggunakan tenaga kerja atau PHK sebagai alat untuk menekan pemerintah. Lebih baik dibicarakan baik-baik karena ini kan tujuannya untuk kebaikan semua, termasuk masyarakat," ucapnya.
DESTRIANITA | VINDRY FLORENTIN