TEMPO.CO, Jakarta - Analis First Asia Capital David Sutyanto mengatakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan bergerak bervariasi di tengah koreksi harga sejumlah komoditas logam. Menurut dia, indeks tetap berpeluang menguat meski terbatas.
David mengatakan IHSG diperkirakan bergerak di kisaran support 5.330 hingga resisten di 5.370. "Penguatan dipicu sejumlah isu individual terkait rilis laba 2016 sejumlah emiten sektoral dan kenaikan harga minyak mentah," kata David seperti keterangan tertulisnya, Rabu, 22 Februari 2017.
Baca juga: Saham MNC Memerah, Imbas Pernyataan Antasari?
IHSG kemarin bergerak bervariasi. Sempat menguat 10 poin di sesi pertama, namun indeks ditutup koreksi 18,29 poin atau 0, 34 persen di 5.340,99.
Koreksi disebabkan adanya sesi tekanan jual atas sejumlah emiten Grup Bakrie. Sejumlah isu individual terutama terkait pencapaian laba 2016 emiten ikut menggerakkan sentimen pasar.
Aksi beli selektif mendominasi saham emiten sektor batubara setelah harga komoditasnya kembali menguat. Nilai transaksi di Pasar Reguler kemarin mencapai Rp 5,8 triliun namun pemodal asing masih mencatatkan penjualan bersih Rp 146 miliar.
David mengatakan tertahannya penguatan IHSG mengindikasikan pasar cenderung menahan diri untuk melakukan pembelian. Pasar khawatir iklim investasi memburuk menyusul perseteruan antara PT Freeport Indonesia dengan pemerintah terkait perubahan kebijakan ekspor konsentrat beserta persyaratannya.
Sementara Wall Street tadi malam melanjutkan tren bullish-nya mencatatkan level tertinggi baru. Indeks DJIA dan S&P masing-masing menguat 0,6 persen di 20.743,00 dan 2.365,38.
Sentimen positif terutama ditopang rebound harga minyak mentah, penguatan dolar Amerika, dan rilis laba sejumlah emiten perdagangan ritel yang di atas perkiraan seperti Wal-Mart dan Home Depot. Harga minyak mentah tadi malam menguat 0,86 persen di US$ 54,24 per barel.
Penguatan dolar Amerika terutama dipicu spekulasi pasar pertemuan Bank Sentral Amerika, The Fed, pada Maret yang berpeluang menaikkan tingkat bunga Fed Fund Rate. Sebelumnya sentimen positif ditopang optimisme atas pertumbuhan ekonomi Amerika menyusul rencana Presiden Donald Trump melakukan deregulasi sejumlah kebijakan perpajakan dan investasi.
VINDRY FLORENTIN