TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah berencana mengembangkan energi baru terbarukan di Indonesia timur
Direktur Panas Bumi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Yunus Saefulhak mengatakan peluang berinvestasi di sektor energi terbarukan terbuka luas, terutama di tempat-tempat yang biaya pokok produksi setempat lebih besar daripada BPP nasional.
"Masih besar peluangnya, seperti di Riau, Kalimantan Timur, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Barat, dan Aceh," kata Yunus saat ditemui di Kementerian Energi, Jakarta Pusat, Senin, 20 Februari 2017.
Baca: Menteri Luhut - KSAL Bahas Penegakan Hukum di Laut
Menurut Yunus, untuk melangkah ke sana, investor perlu diarahkan sejak tender guna mengembangkan energi terbarukan di sana. BPP di Jawa lebih kecil daripada BPP nasional, yang berkisar US$ 7,5 sen per kWh, sehingga masih memerlukan insentif.
Yunus mencontohkan, insentif yang mungkin diberikan adalah penurunan persentase pajak penghasilan (PPh) atau insentif saat masa eksplorasi. Dia berujar, ada 13 wilayah prioritas di luar Jawa untuk proyek-proyek energi terbarukan dan semua daerah yang BPP setempatnya lebih besar daripada BPP nasional.
Wilayah-wilayah itu memiliki potensi energi terbarukan sekitar 210 gigawatt. Adapun 13 wilayah itu di antaranya Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku.
Baca: Freeport Sebut Pemerintah Jokowi Sepihak Putuskan Kontrak
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi Jarman menuturkan pengembangan pembangkit listrik di Indonesia timur rendah karena permintaannya juga kurang. Inilah yang menyebabkan pengembangan listrik di daerah-daerah tersebut tak begitu berkembang.
Jarman mengatakan masalah ini harus diselesaikan secara terintegrasi. “Sehingga tak hanya membangun listrik, tapi juga industrinya. Jadi, ketika pembangkit beroperasi, itu bisa langsung dipakai industri yang ada,” ucapnya.
Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio, menyatakan cara menaikkan permintaan tenaga listrik di Indonesia timur adalah lewat kerja sama dengan kementerian lain. "Harus lengkap integrasi dengan kementerian lain."
Agus mencontohkan, integrasi yang paling penting dilakukan adalah soal pengadaan lahan. Dia melihat harus ada kajian bersama, agar tak ada lagi benturan antar-kementerian soal tanah. "Misalnya, ada benturan sama Kementerian Keuangan atau Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, harus ada exercise."
DIKO OKTARA