TEMPO.CO, Jakarta - PT Freeport Indonesia akan mengajukan gugatan ke badan arbitrase jika tidak kunjung menemukan kesepakatan dengan pemerintah Presiden Joko Widodo mengenai perjanjian operasi tambang di Papua. Presiden dan CEO Freeport-McMoRan Inc Richard C. Adkerson mengatakan perusahaan da pemerintah sedang dalam tahap negosiasi.
PT Freeport, menurut Richard Adkerson, telah mengirim surat kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan pada Jumat, 17 Februari 2017. Surat tersebut menjelaskan perbedaan pendapat antara Freeport dan pemerintah Indonesia mengenai operasi Kontrak Karya (KK) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Baca Juga: Chappy Hakim Mundur Sebagai Presdir Freeport
Richard Adkerson mengatakan, jika dalam waktu 120 hari setelah surat tersebut dikirim tidak ada kesepakatan, kedua belah pihak berhak menyelesaikan masalah ke arbitrase. "Hari ini Freeport tidak melaporkan arbitrase, tapi kami memulai proses untuk melakukan arbitrase," kata Richard Adkerson di Hotel Fairmont, Jakarta, Senin, 20 Februari 2017.
Freeport bersikukuh tidak akan mengubah operasi dari KK menjadi IUPK tanpa kepastian fiskal dan hukum. Richard Adkerson mengacu pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara yang menyatakan KK bisa terus berlaku. Richard Adkerson ingin menerapkan IUPK tanpa melepas KK.
Baca Juga:
Freeport tidak bisa mengekspor konsentrat jika tidak mengubah operasi dari KK menjadi IUPK. Namun perubahan operasi mengharuskan Freeport membagi sahamnya sebesar 51 persen secara bertahap kepada pemerintah. Syarat lainnya adalah berkomitmen membangun fasilitas pemurnian atau smelter dalam jangka waktu lima tahun.
Baca: Belum Ada Izin Ekspor, Freeport Indonesia Hentikan Produksi
Perubahan ke IUPK juga mengharuskan Freeport mengikuti aturan perpajakan yang berlaku atau prevailing. Dalam KK, pajak yang harus dibayar Freeport nilainya berlaku tetap atau nail down.
VINDRY FLORENTIN