TEMPO.CO, Jakarta - PT Freeport Indonesia mengklarifikasi ihwal berita berjudul "Freeport Beroperasi 50 Tahun, di Papua Listrik Padam per Jam", yang dimuat Tempo.co pada 6 Februari 2017. Dalam surat yang dikirimkan oleh VP Corporate Communication PT Freeport Indonesia, Riza Pratama, Freeport Indonesia meluruskan berita ihwal pernyataan aktivis Papua Arkilaus Baho soal tambang batu bara dan emas yang diambil di tanah Papua.
Arkilus menyatakan selama 50 tahun PT Freeport Indonesia beroperasi, selama 48 tahun sejak saat itu tambang batu bara dan emas dari tanah Papua diambil, diolah, lalu dijual untuk kebutuhan energi negara-negara di luar. "Kami ingin menyampaikan poin klarifikasi terkait beberapa pernyataan di dalam tulisan artikel tersebut," ujar Riza Pratama.
Menurut dia, Freeport Indonesia telah menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak mulai beroperasi di Papua pada 50 tahun yang lalu. "Kami merupakan perusahaan tambang yang menambang dan mengolah mineral berupa tembaga dan emas di Kabupaten Mimika, Papua berdasarkan Kontrak Karya dengan pemerintah Indonesia," kata Riza.
Baca: Freeport Beroperasi 50 Tahun, di Papua Listrik Padam per Jam
PT Freeport Indonesia juga mendirikan PT Smelting di Gresik, Jawa Timur, pada tahun 1996, untuk mengolah konsentrat tembaga di dalam negeri. PT Smelting merupakan smelter tembaga pertama di Indonesia yang dimiliki oleh PTFI dan konsorsium Jepang.
"Sejak awal beroperasi, smelter tembaga yang dioperasikan bersama Mitsubishi ini memurnikan rata-rata 40 persen konsentrat tembaga produksi PT Freeport Indonesia. Saat ini PT Smelting memiliki kapasitas pemurnian hingga 1 juta ton konsentrat tembaga per tahun yang seluruhnya berasal dari tambang PTFI di Kabupaten Mimika, Papua," ujarnya.
Riza juga keberatan dengan pernyataan Arkilus ihwal luas konsensi lahan. Menurut Arkilus, Freeport beroperasi sejak 1967, dengan luas konsesi sebesar 2,6 juta hektare termasuk menguasai 119,43 ribu hektare kawasan hutan lindung dan 1,7 juta hektare kawasan konservasi.
Dalam klarifikasinya, Riza menyatakan sejak mulai beroperasi 50 tahun yang lalu luas wilayah operasi produksi adalah sebesar 10 ribu hektare (0,02 persen dari luas Papua) dengan wilayah pendukung sebesar 202.950 hektare. "Luas wilayah operasi dan pendukung PT Freeport yang telah sesuai dengan kontrak karya itu selanjutnya akan dikurangi menjadi 90.360 hektare sesuai dengan negosiasi dengan pemerintah yang masih berlangsung," ujarnya.
GHOIDA RAHMA | DEWI RINA