TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia Juda Agung mengatakan, dampak perbaikan ekspor mulai terlihat di provinsi-provinsi penghasil komoditas, seperti Sumatera dan kawasan timur Indonesia, baik Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.
"Sementara Jawa, di triwulan IV agak melemah terutama karena dampak pemotongan anggaran pemerintah. Itu terlihat dari sektor konstruksi serta hotel dan restoran," kata Juda usai Rapat Dewan Gubernur di Kompleks BI, Jakarta, Kamis, 16 Februari 2017.
Baca:
Penipu Berkedok Investasi Divonis 2,5 Tahun Penjara
7 Pegadaian Swasta Ajukan Izin ke OJK
Pada Januari, Badan Pusat Statistik mencatat nilai ekspor Indonesia mencapai US$ 13,38 atau meningkat 27,71 persen dibanding Januari 2016. Juda menilai, dengan membaiknya ekspor, perbaikan ekonomi yang terjadi pada triwulan IV 2016 akan berlanjut pada triwulan I 2017.
Menurut Juda, hampir seluruh komoditas ekspor andalan Indonesia meningkat, baik minyak sawit, batubara, tembaga, dan timah. "Untuk batubara, memang ada permintaan yang cukup persisten dari Cina. Dulu, kami perkirakan permintaan itu hanya temporer," tuturnya.
Simak:
Jokowi: Pertumbuhan Ekonomi NTT Di Atas Rata-Rata
Freeport PHK Karyawan, Pemerintah: Mungkin Karena Efisiensi
Dengan perbaikan ekonomi Cina yang lebih tinggi dari perkiraan BI, Juda memprediksi, permintaan terhadap komoditas ekspor Indonesia dari negeri tirai bambu tersebut masih cukup tinggi. "Paling tidak pada 2017 ini. Hal itu akan mendorong ekspor kita," katanya.
Seiring dengan hal tersebut, menurut Juda, konsumsi rumah tangga akan menguat. Selain itu, dia berujar, meningkatnya harga komoditas akan membuat investasi juga membaik. "Belum lagi dari sisi fiskal. Resiko fiskal lebih rendah sehingga implikasinya dorongan fiskal di tahun ini akan lebih baik."
ANGELINA ANJAR SAWITRI