TEMPO.CO, Jakarta - PT Freeport Indonesia memutuskan hubungan kerja sejumlah kontraktor dan karyawan sebagai buntut dari pelarangan ekspor konsentrat. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Bambang Gatot Ariyono, mengatakan keputusan tersebut bisa saja dilakukan perusahaan.
"Mungkin dalam rangka efisiensi, konservasi. Bisa-bisa saja (PHK karyawan)," kata Bambang di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Kamis, 16 Februari 2017.
Seperti diketahui, Freeport masih belum mendapat izin ekspor konsentrat karena belum menyelesaikan urusan perubahan bentuk pengusahaan. Akibatnya, perusahaan belum mendapat rekomendasi izin untuk ekspor konsentrat.
Baca: Freeport Klaim Tak Capai Kesepakatan dengan Pemerintah
Freeport lalu menurunkan produksinya sebesar 40 persen akibat kebijakan tersebut. Dengan penurunan produksi, sejumlah kontraktor dan karyawan diputuskan untuk dirumahkan.
Belakangan Freeport telah bersedia berubah dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), namun dengan mengajukan beberapa syarat. Salah satu syaratnya adalah mengubah prinsip pajak yang diterapkan dalam perjanjian kerja sama.
Dalam KK, pajak yang berlaku adalah nail down yaitu jumlah pajak tetap hingga kontrak berakhir. Sementara dalam IUPK, aturan yang digunakan adalah prevailing atau mengikuti perubahan peraturan pajak yang berlaku.
Baca: Freeport Sudah Bisa Ekspor Konsentrat Lagi
Bambang mengatakan pemerintah telah mengabulkan permohonan Freeport menjadi IUPK. Freeport bisa menjadi IUPK dengan mengikuti aturan yang sudah disusun pemerintah terkait dengan IUPK.
Saat ditanya mengenai pajak yang berlaku untuk Freport, Bambang mengatakan pajaknya menggunakan prinsip prevailing. "Sesuai ketentuan ya begitu," kata dia.
Bambang juga membantah pemerintah beda pendapat mengenai IUPK. "Ah enggak. Enggak ada itu," katanya.
Sebelumnya, Juru bicara PTFI, Riza Pratama, menjelaskan, smelter PT Smelting yang berkapasitas 1 juta ton konsentrat tembaga mampu memurnikan sekitar 40 persen produksi PTFI. Namun, karena terjadi aksi demonstrasi, operasi smelter tersebut terhenti.
Perusahaan juga menghentikan kegiatan operasi produksinya sejak 10 Februari 2017 akibat belum diperolehnya izin ekspor konsentrat tembaga dan aksi demonstrasi yang berlangsung di PT Smelting. “Sejak Jumat mill (pabrik pengolahan ore menjadi konsentrat) sudah tidak produksi,” kata Riza di Jakarta, Selasa, 14 Februari 2017.
Riza menjelaskan, penghentian kegiatan operasi produksi tersebut telah berdampak terhadap para pekerja Freeport. Beberapa kontraktor tambang sudah dipulangkan. Dia berharap pemerintah segera memberikan izin ekspor konsentrat tembaganya tersebut. Sebab, dalam Kontrak Karya (KK), ekspor tersebut bisa dilakukan sampai masa kontraknya habis pada 2021.
VINDRY FLORENTIN | BISNIS.COM