TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah menetapkan perubahan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 140/PMK.010/2016 menjadi PMK Nomor 13/PMK.010/2017 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.
"Latar belakang terbitnya PMK baru ini untuk mendorong percepatan pelaksanaan peningkatan nilai tambah mineral di dalam negeri," ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara dalam keterangan tertulisnya, Senin, 13 Februari 2017.
Suahasil berujar, penambahan nilai itu melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian, di mana nilai tambah harus signifikan untuk selanjutnya digunakan bagi kesejahteraan masyarakat. Adapun kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2016 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Adapun PMK baru ini merupakan usulan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, sesuai dengan surat nomor 998/32/MEM.B/2017 tanggal 30 Januari 2017 perihal Usulan Produk Pertambangan yang Dikenakan Bea Keluar.
Dengan adanya peraturan ini, pengenaan tarif bea keluar atas ekspor produk hasil pengolahan mineral logam sebesar 0-7,5 persen berdasarkan kemajuan fisik pembangunan fasilitas pemurnian. "Di mana semakin tinggi tingkat kemajuan fisik pembangunan, akan dikenakan tarif bea keluar semakin rendah, begitu juga sebaliknya."
Kebijakan ini dimaksudkan agar industri dapat segera mempercepat penyelesaian pembangunan fasilitas pemurnian. Pengenaan tarif bea keluar flat 10 persen atas produk mineral logam dengan kriteria tertentu berupa nikel dengan kadar kurang dari 1,7 persen dan bauksit yang telah dilakukan pencucian dengan kadar lebih dari 42 persen.
Hal itu juga sejalan dengan implementasi Harmonized System 2017 dan ASEAN Harmonized Tariff Nomenclature 2017. Sehingga perlu diubah HS 10 digit menjadi 8 digit pada semua produk barang ekspor yang dikenakan bea keluar.
GHOIDA RAHMAH