TEMPO.CO, Jakarta - Kepastian akan kebijakan fiskal untuk PT Freeport Indonesia yang sekarang memegang izin usaha pertambangan khusus (IUPK) masih mengambang. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan bahkan mengatakan hal itu ia serahkan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani.
"Ini domainnya Kementerian Keuangan. Nanti biar Menteri Keuangan Sri Mulyani melihat aturan (kebijakan) mana yang bisa dilakukan," ujar Jonan saat dicegat di Istana Kepresidenan, Senin, 13 Februari 2017.
Baca: Revisi UU Migas Diyakini Dongkrak Investasi di Sektor Hulu
Sebagaimana diketahui, Freeport per 10 Februari lalu resmi menjadi pemegang IUPK dari yang sebelumnya kontrak karya (KK). Perubahan status itu menyusul keluarnya Peraturan Menteri Energi Nomor 6 Tahun 2016 turunan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 yang pada intinya hanya mengizinkan perusahaan tambang pemegang KK untuk melakukan ekspor konsentrat apabila berganti menjadi pemegang IUPK.
Baca: Seleksi Mitra Kilang Bontang Akhir Februari
Sebelum setuju berpindah menjadi pemegang IUPK, Freeport mengirimkan surat ke Kementerian Energi untuk meminta sejumlah "keringanan" dan jaminan. Beberapa permintaan perusahaan itu adalah jaminan kepastian hukum serta kebijakan fiskal atau perpajakan yang sifatnya nail down, bukan prevailing.
Wakil Menteri Energi Arcandra Tahar sempat menuturkan tidak ada ruang negosiasi untuk Freeport. Dengan kata lain, permintaan keringanan itu tidak akan dipenuhi karena Freeport tetap harus mengikuti aturan fiskal yang ada yang bersifat prevailing.
Jonan mengaku akan segera membicarakan masalah Freeport dengan Sri Mulyani. Dengan begitu, bisa segera ketahuan ketentuan mana yang akan dijatuhkan kepada Freeport.
ISTMAN M.P.